Memburuknya Pelayanan PLN Flores Bagian Barat
Oleh Frans Anggal
Masyarakat kota Ende mengeluh. Akhir-akhir ini listrik PLN padam sembarang waktu. Tanpa pemberitahuan pula. Satu hari bisa sampai dua kali. Kebiasaan buruk ini mengingkari janji PLN sendiri.
Masyarakat masih ingat janji-janji yang dilontarkan. Januari-Maret 2009 pemadaman bergilir. Alasannya, daya mesin terbatas. Pelanggan mengerti. April dijanjikan beres.Pelanggan percaya. Nyatanya? April lewat, Mei mau habis, janji belum terpenuhi. Malah semakin memburuk saja. Dulu, pemadamannya terjadwal dan selalu diumumkan. Dengan begitu, konsumen bisa melakukan antisipasi dan penyesuaian. Sekarang, penyakit baru: padam kaget, nyala kaget, tanpa pengumuman, tanpa permohonan maaf.
Cara seperti ini memberi kesan PLN tidak menghargai konsumen dan tidak memperhitungkan kerugian yang ditanggung konsumen. Sulit dipercaya, PT PLN (Persero) yang mengenal ‘budaya perusahaan yang baik’ (good corporate culture) bisa memperlakukan konsumen seperti ini.
Ini baru soal cara. Belum lagi kalau kita menghitung semua kerugian materiil dan imateriil yang ditimbulkannya. Kalau dirupiahkan, tidak sedikit. Pertanyaan kita: bersediakah PLN mengganti semua kerugian itu? Semestinya iya dan harus, demi asas keadilan. Bandingkan ketika PLN dirugikan oleh konsumen. Ketika pelanggan terlambat membayar rekening listrik, misalnya.
Simak diktum di balik rekening itu. PLN berhak memutus sementara listrik apabila pelanggan belum melunasi rekening dalam jangka waktu yang ditentukan. Pelanggan yang terlambat membayar dikenakan denda sesuai dengan golongan tarif. Penyambungan kembali akan dilakukan apabila pelanggan telah melunasi rekening ditambah denda. Apabila dalam 60 hari sejak pemutusan sementara pelanggan belum juga membayar maka PLN berhak memutus rampung dengan mengambil sebagian atau seluruh instalasi PLN. Penyambungan kembali diperlakukan sebagai penyambungan baru, dan peminta wajib melunasi tunggakan dan tagihan susulan (bila ada).
Sanksinya jelas, tegas. Tapi, sepihak. Dalam diktum ini tak ada kesejajaran dan keseimbangan hak dan kewajiban antara PLN selaku produsen dan pelanggan selaku konsumen. PLN memosisikan diri hanya sebagai pemegang hak, sedangkan pelanggan hanya sebagai pengemban kewajiban. PLN punya hak, tanpa kewajiban. Pelanggan punya kewajiban, tanpa hak. Ini tidak adil.
Meski begitu, konsumen sabaaar melulu. Mungkin karena itu, PLN lupa daratan. Padam sembarang waktu, tanpa jadwal, tanpa pemberitahuan, tanpa permohonan maaf. Sadarkah, pelanggan juga bisa bersikap lain? Misalnya, demo dan mogok massal bayar rekening sampai tuntutan ganti rugi terpenuhi?
Kita mendesak PLN segera berbenah. Kesabaran pelanggan ada batasnya. Kini mereka mulai mengeluh. Jangan tunggu cadangan kesabaran mereka habis.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 19 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar