Eksplorasi Tambang Emas di Batu Gosok
Oleh Frans Anggal
Fraksi Golkar dan PDIP di DPRD Mabar menolak tambang. Tambang merusak lingkungan hidup dan masyarakat, termasuk pariwisata. Demikian ketua fraksi Blasius Jeramun dan Ambros Djanggat menanggapi ekplorasi tambang emas di Batu Gosok. Hanya begitu. Sebatas sikap fraksi. Belum jadi sikap DPRD. Sebab, belum ada pengaduan dari masyarakat.
Tunggu masyarakat mengadu dulu baru DPRD Mabar ambil sikap. Tidak ada pengaduan, tidak ada sikap. Sikap DPRD bergantung penuh pada ada tidaknya pengaduan. Seandainya warga satu kampung mati semua karena keracunan air minum sehingga tak tersisa seorang pun yang bisa datang mengadu ke DPRD, lembaga terhormat ini akan tetap tenang di tempat. Tahunya cuma menunggu. Maka, supaya DPRD bisa mengambil sikap, mayat sekampung itu harus datang mengadu. Sebab, yang menentukan adalah adanya pengaduan, bukan adanya masalah. Segawat apa pun masalah, kalau tidak diadukan, tidak akan disikapi.
Kasus eksplorasi tambang emas di Batu Gosok kini diperhadapkan dengan sikap dewan seperti ini. Masalah sudah di depan mata, sudah genting, DPRD masih saja menunggu pengaduan masyarakat untuk bisa mengambil sikap. Kalau tidak ada yang mengadu, apakah berarti tidak ada masalah? Lupakan pengaduan itu! Mari dan lihatlah masalah.
Menjadikan Batu Gosok lokasi tambang emas, sudah masalah. Melanggar Perda Nomor 30 Tahun 2005. Dalam penjabaran berupa Penyusunan Rencana Teknik Tata Ruang Kota Labuan Bajo, Batu Gosok merupakan kawasan wisata. Bagaimana mungkin kawasan wisata yang mengharuskan pelestarian lingkungan hidup serempak menjadi kawasan pertambangan yang justru merusak dan menghancurkannya?
Perusakan dan penghancuran sudah di depan mata. Rm Robert Pelita Pr di Labuan Bajo bersama puluhan rekannya sempat ke Batu Gosok pada Minggu 24 Mei 2009. Ia kabarkan via SMS: “Betapa kami terkejut karena aktivitas pertambangan sudah mulai berjalan. Kami saksikan, ada satu alat berat (loder), dua tower sudah dibangun, ada beberapa parit lebar 1-2 meter, dalam 2-3 meter, panjang puluhan meter. Parit tersebut ke utara (mengarah) ke Perusahaan Ikan Loh Mbongi dan ada yang ke arah Hotel Anam Emeral. Kami juga bertemu satu pegawai lapangan investor tambang. P Marsel Agot SVD sempat dialog dengan dia. Dia beri keterangan bahwa rencananya akan dieksplorasi 2.000 ha. Saya juga dapat SMS dari pegawai Hotel Anam Emeral beberapa hari lalu bahwa dua wisatawan asal Swedia terpaksa evakuasi ke Hotel Bintang Flores karena terganggu oleh aktivitas di lokasi pertambangan.”
Dalam pelanggaran sebesar ini, DPRD Mabar masih main tunggu dan main tunda. Periculum in mora, kata ungkapan Latin. Bahaya mengintai dalam penundaan. Menunggu, menunda, berarti membiarkan pelanggaran tetap berlangsung. Pembiaran merupakan pelanggaran. Pelanggaran by omission. Dengan sikapnya, DPRD Mabar melakukan pelanggaran juga.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 29 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar