Kasus Polisi Menganiaya Warga
Oleh Frans Anggal
Anggota Polres Ende, Bripka Hasbullah, menganiaya warga Paupire Antris Muda Makin. Antris ke mapolres hendak laporkan ia merasa difitnah karena dituduh masuk ke rumah orang. Di sana, bukannya dilayani , ia malah dipaksa mengaku oleh Bripka Hasbullah. Ditampar kiri kanan. Perutnya ditinju sampai ia muntah-muntah. Konon Hasbullah sedang mabuk karena baru habis minum alkohol di sel bersama beberapa orang.
Kapolres Bambang Sugiarto sudah memerintahkan Kanit P3D memeriksa Bripka Hasbullah. Jika terbukti menganiaya, Hasbullah akan ditindak, apalagi kalau benar ia melakukannya dalam keadaan mabuk.
Perbuatan Hasbullah tidak hanya merugikan masyarakat (korban), tapi juga kepolisian. Korban melapor karena merasa difitnah. Langkahnya benar. Juga terpuji, karena ia dan keluarga tidak memilih main hakim sendiri. Alamat laporannya pun tepat, kantor polisi. Sayangnya, yang didapatnya justru kebalikan dari yang diharapkan.
Putusannya melapor ke polisi menunjukkan adanya kepercayaan bahwa polisi bisa diandalkan. Polisi bisa memberi rasa aman dan rasa nyaman. Dengan melapor, yang ingin didapatkan adalah keadilan (justice), kepastian hukum (sureness), kedamaian (peace), rasa aman terlindungi (safety), serta rasa bebas dari gangguan, bahaya, rasa takut, dan khawatir (security). Betapa mengecewakan ketika hal sebaliknya yang didapatkan.
Pengalaman buruk ini justru terjadi di mapolres, markas pusatnya kepolisian resor. Mapolres di sini tidak hanya mengandung ‘makna lokatif’ sebagai pusat organisasi, tetapi juga ‘makna simbolis’ sebagai pusat keteladanan. Bagaimana bisa diteladani kalau pusatnya sudah bercitra buruk.
Ulah Bripka Hasbullah mencitrakan seakan-akan Mapolres Ende markas algojo. Apalagi kalau benar Hasbullah menganiaya dalam keadaan mabuk, setelah menanggak alkohol di sel. Bertambah satu citra lagi: Mapolres Ende menjadi markas miras. Jangan kaget kalau masyarakat mencurigai miras yang disita polisi saat operasi tidak semuanya dimusnahkan. Sebagiannya disembunyikan untuk ditenggak polisi.
Lebih buruk lagi, tenggaknya dalam sel. Sel itu ‘penjara kecil’, tempat hukuman sekaligus ‘penyucian’ bagi pelanggar hukum. Bisa-bisanya penegak hukum ‘mengotori’ lagi tempat itu. Menenggak minuman terlarang di tempat terlarang untuk kemudian melakukan perbuatan terlarang. Sudah mabuk, pukul orang.
Kita berharap, Kapolres Bambang Sugiarto melihat hal ini sebagai masalah serius. Menindak Hasbullah, bila terbukti bersalah, perlu. Tapi, itu saja tidak cukup. Mapolres perlu steril dari semua personel dan tindakan tak terpuji. Mapolres itu pusat keteladanan, bukan sekadar pusat organisasi.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 29 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar