Mentoknya Kasus Dugaan Koruspi di Kejari
Oleh Frans Anggal
GMNI Ende memperingati Harkitnas 20 Mei 2009 dengan caranya sendiri. Mendatangi Kejari Ende, mendesak mengusut tuntas semua kasus dugaan korupsi. Di antaranya: pengadaan mesin pompa air PDAM, pembangunan kantor bupati, pembelian sepeda motor para kades, pembelian mobil mewah bupati, dan dana purnabakti DPRD 1999-2004.
Semuanya melibatkan pejabat publik. Namun belum seorang pun yang diseret ke meja hijau. Ambil contoh, kasus pembelian mesin pompa air PDAM dengan dugaan kerugian negara Rp279 juta. Kasus sejak 2003. Sudah enam tahun, belum masuk ruang persidangan. BAP-nya masih bolak-balik jaksa-polisi.
Itu baru satu kasus. Kasus-kasus lain? Proyek perluasan kantor bupati. Proyek TA 2002. Bernilai Rp21 miliar. Proyek multiyears ini diduga tidak melalui tender, tapi penunjukan langsung. Itu berarti menyalahi Keppres Nomor 80 Tahun 2003 yang mengharuskan setiap proyek di atas Rp50 juta ditenderkan, kecuali dalam keadaan darurat atau bencana alam.
Singkat cerita, banyak kasusnya, satu nasibnya. Tak satu pun yang sampai di persidangan. Ini menunjukkan buruknya kinerja Kejari Ende. Penilaian ini tidak mengada-ada. Indikator Kinerja Kejaksaan sendiri mengharuskan setiap jajaran kejaksaan mampu menangani kasus korupsi sampai ke ruang persidangan dengan pola 5-3-1: kejati 5 kasus, kejari 3 kasus, dan kecabjari 1 kasus. Indikator ini telah dipadukan dengan 11 indikator lain dan ditetapkan di Ciloto 7 Desember 2005 dan telah dibakukan dengan Surat Jampidus No. B-11/FD/F.1/02/2006 tertanggal 10 Februari 2006.
Di Ende, jangankan tiga kasus, satu saja tidak. Dalam Catatan Akhir Tahun 2008 PIAR NTT, Kejari Ende satu dari empat kejari di NTT yang belum sekali pun membawa perkara korupsi ke pengadilan. Banyak kasus berulang tahun di kejaksaan. Tahun ini, kasus PDAM “merayakan” ultah keenam.
Buruknya kinerja, gemanya ke Jakarta. Tahun 2008, Kajari Ende Marangin Butar Butar bersama 24 kajari di Indonesia dicopot dan ditarik ke Kejagung untuk diberi pembinaan khusus. Pencopotan tertuang dalam Surat Keputusan Jaksa Agung Hendarman Supandji Nomor Kep.045/A/JA/ 06/ 2008 tanggal 3 Juni 2008.
Marangin Butar Butar diganti oleh Marihot Silalahi. Hasilnya? Belum kelihatan. Belum senyata kinerja Kajari Ruteng Timbul Tamba. Di Ende, baru satu kasus yang menyeret pejabat publik ke persidangan. Itu pun bukan kasus korupsi. Cuma perbuatan tak menyenangkan oleh mantan sekda Iskandar Mberu terhadap anggota DPRD Heribertus Gani. Kapan kasus ‘berat’ korupsi?
Kita tunggu sambil menuntut: secepatnya! Jangan biarkan kasus berultah di kejaksaan. Timbul Tamba bisa. Kenapa Marihot Silalahi tidak?
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 23 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar