Dugaan Penyimpangan Dana Kabupaten Manggarai Timur
Oleh Frans Anggal
Asisten I Tata Pemerintahan Setdaprov NTT Yoseph Aman Mamulak dan anggota DPRD NTT Vinsensius Pata bicara tentang mantan penjabat bupati Manggarai Timur Frans Padju Leok. Kata mereka, Padju Leok meninggalkan jabatan tanpa pertanggungjawaban. Selama menjabat, akhir 2007 hingga awal 2009, ia habiskan Rp22,5 miliar. Dana berasal dari APBD kabupaten induk Manggarai Rp12,5 miliar dan APBD Provinsi NTT Rp10 miliar.
Konon ada indikasi penyimpangan pula. Begitu temuan BPK Perwakilan NTT. Dana hibah provinsi Rp5 miliar yang seharusnya disalurkan tahun 2009, dimajukan penyetorannya ke tahun 2008 atas permintaan sang penjabat, untuk kepentingan pilkada. Namun, dana ini tidak dilaporkannya sebagai realisasi anggaran 2008. Indikasi penyimpangan ini perlu ditindaklanjuti.
Terlepas dari benar-tidaknya, ‘tudingan’ ini mengukuhkan Padju Leok sebagai sosok sarat masalah. Sejak dicalonkan dan jelang dilantik jadi penjabat bupati 23 November 2007, ia ditolak sebagian masyarakat. Paguyuban Masyarakat Manggarai Timur Jakarta (PMMT) berdemo ke Depdagri. Menolak. Figur ini bermasalah, berstatus tersangka dalam kasus korupsi dan pemalsuan surat.
Saat ia menjabat, Manggarai Timur sempat ‘panas’. Pemerintahannya dicap KCL: Kerajaan Cibal Lambaleda. Ia promosikan banyak pejabat dari kecamatan asalnya Cibal dan Lambaleda. Soal dana, ratusan juta habis untuk beli mobil dinas. Soal tambang, ia berjuang loloskan tambang pasir besi yang ditolak masyarakat. Soal pilkada, nyaris terancam batal karena tak ada dana. Begitu dana ada, bukannya hemat, malah boros. KPUD yang lemah gemulai meloloskan begitu banyak paket. Pilkada pun dua putaran. Miliaran rupiah amblas. Kini litaninya diperpanjang. Sang penjabat melepaskan jabatan tanpa pertanggungjawaban. Terindikasi pula melakukan penyimpangan dana.
Benarkah ‘tudingan’ itu? Bagaimana bisa dijawab, belum ada klarifikasi. Bagaimana bisa diklarifikasi, belum ada proses hukum. Proses hukum penting guna membuktikannya. Menuding saja sama artinya dengan menghukum tanpa proses hukum.
Karena itu, pilihan terbaik: proses hukum. Adili Padju Leok. Mengabaikan ini, secara apriori berarti melakukan ketidakadilan terhadap dua pihak. Ketidakadilan terhadap negara yang mungkin menderita kerugian keuangan akibat penyimpangan (jika hal itu terbukti), sekaligus ketidakadilan terhadap Padju Leok sendiri (jika dugaan mengenai penyimpangan itu justru tidak terbukti).
Mamulak dan Pata sudah lontarkan ‘tudingan’. So what? Cuma ‘tuding’? Tidak cukup, selain keji karena menghukum seseorang tanpa proses hukum. Tak bedanya dengan fitnah. Pembunuhan karakter. Lalu?
Mamulak dan Pata harus punya nyali. Mengupayakan proses hukum. Kalau cuma tuding, siapa tidak bisa. Padju Leok juga bisa tuding balik. Apa susahnya.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 26 Mei 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar