Kontroversi Tambang di Manggarai Barat
Oleh Frans Anggal
Bupati Mabar Fidelis Pranda mengatakan, dalam pembangunan, bidang satu tidak boleh bertentangan dengan bidang lain. Sebab, tiap bidang saling terkait. Pertambangan, misalnya, perlu sejalan dengan tata ruang, tapi tidak boleh bertantangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini dikatakannya di Labuan Bajo, Jumat 19 Juni 2009, ketika ditanyai tanggapannya atas penolakan sejumlah elemen masyarakat terhadap tambang Mabar. “Kita di Mabar ini sampai sekarang masih junjung tinggi budaya setempat secara penuh, seperti budaya lonto leok padir wa’i rentu sa’i. Kita selesaikan segala permasalahan dengan baik secara bersama-sama,” kata Pranda.
Sebagai hal yang seharusnya (das Sollen), pernyataan Bupati Pranda itu benar. Sebaliknya, sebagai hal yang nyata terjadi (das Sein), pernyataannya bukanlah kenyataan. Mari kita simak tiga poin pernyataannya.
Pertama, soal budaya setempat. Bupati Pranda sudah keluarkan izin eksplorasi tambang untuk 8 titik. Di Tebedo, Batu Gosok, dll. Izin ini tidak sepengetahuan dan/atau sepersetujuan DPRD. Di lokasi tambang emas Batu Gosok, ekplorasinya tanpa pendekatan dan/atau persetujuan masyarakat pemilik tanah. Nah, di mana itu budaya setempat lonto leok padir wa’i rentu sa’i (musyawarah untuk mufakat) yang katanya masih dijunjung tinggi di Mabar?
Kedua, soal bidang satu tidak boleh bertentangan dengan bidang lain. Ambil contoh Batu Gosok. Menurut Perda NTT No 9/2005, Bau Gosok masuk wilayah kota nasional, seperti halnya Kupang, Atambua, dan Waingapu. Sedangkan menurut Perda Mabar No 30/2005, Batu Gosok masuk wilayah pariwisata. Jadi, Batu Gosok itu ‘kota’, ‘kota pariwisata’ pula. Apa waras buka tambang terbuka dalam kota? Apa masuk akal sanding-sepelaminkan tambang yang merusak lingkungan dengan pariwisata yang mengharuskan pelestariannya? Ini namanya pembangunan kawin paksa.
Begitu juga di Tebedo. Ini wilayah pertanian subur. Bisa hidup semua jenis buah-buahan seperti durian, salak, rambutan. Sumber air minum yang dekat kampung hanya satu. Agak jauh, ada 6 sumber mata air yang mengalir ke arah Labuan Bajo. Kalau Tebedo ditambangkan, yang jadi korban bukan hanya warga dan wilayah ini, tapi juga kota pariwisata Labuan Bajo dan sekitarnya.
Ketiga, soal tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Tambang Batu Gosok itu sudah melanggar perda NTT dan perda Mabar. Juga melanggar UU Mineral dan Batu Bara yang mengharuskan adanya persetujuan dari pemegang hak atas tanah. Yang terjadi di Batu Gosok itu penyerobotan. Ini sudah termasuk delik. Belum lagi kalau diwawas pakai UU lain seperti UU HAM, UU Lingkungan Hidup, hingga konstitusi UUD 1945.
Kita berharap, ketiga pernyataan indah Bupati Pranda itu (das Sollen) menjadi kenyataan (das Sein). Jangan, sendiri omong, sendiri bantah. Sendiri junjung, sendiri injak.
“Bentara” FLORES POS, Senin 22 Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar