Kontroversi Kuota Kursi DPRD Manggarai
Oleh Frans Anggal
Siram Demokrasi Manggarai berdemo lagi ke KPUD di Ruteng, Rabu 10 Mei 2009. Mereka tetap menolak penetapan 40 kursi DPRD. Semestinya cukup 30, berdasarkan jumlah penduduk Manggarai pasca-terbentuknya darah otonom baru Manggarai Timur. Kuota ini sudah diatur dalam UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Karena itu, ‘penambahan’ 10 kursi melanggar UU. Juga, membebankan keuangan daerah.
KPUD tetap pada keputusannya, 40 kursi. Rujukannya, UU yang sama, yang disinkronkan dengan UU lain. Intinya: jumlah kursi DPRD kabupaten induk sama dengan jumlah kursi pada pemilu sebelumnya. Ini berlaku di seluruh Indonesia. Jadi, 40 kursi itu sudah final, tak dapat diutak-atik lagi.
Sudah final. Apakah itu berarti KPUD menang dan Siram Demokrasi kalah? Ya! Dengan tetapinya. KPUD menang tetapi bukan berarti benar, dan Siram Demokrasi kalah tetapi bukan berarti salah. Dari sisi rasionalitas dan moralitas, perjuangan Siram Demokrasi itu benar dan baik.
Benar, karena jumlah kursi yang mereka desakkan didasarkan pada jumlah riil penduduk, hal yang justru sudah diatur jelas dalam UU. Bagaimana bisa, ketentuan yang sudah jelas ini dikecualikan lagi oleh ketentuan lain bagi kabupaten induk? Ini mencederai asas kejelasan, ketegasan, kesamaan, dan keadilan hukum.
Perjuangan Siram Demokrasi juga baik, karena mereka mempertimbangkan kepentingan umum. Menurut mereka, ‘kelebihan’ 10 kursi itu hanya akan membebankan keuangan daerah. Lebih baik gaji dan tunjangan 10 anggota dewan dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat miskin.
Dengan dasar seperti itu, perjuangan mereka mendapat legitimasi. Karena, sangat aspiratif, menyerap kebutuhan nyata rakyat. Sisi ini serentak membedakan mereka dari KPUD yang memeluk erat legalitas sedemikian erat sampai mengorbankan aspirasi rakyat. Legalitas yang dipeluk KPUD mengalahkan legitimasi yang diperjuangkan Siram Demokrasi. Dengan begitu, KPUD mengorbankan demokrasi, nilai yang justru menjadi dasar untuk apa KPUD itu ada.
Demokrasi adalah sistem politik yang didasarkan pada aspirasi rakyat dan bertujuan mewujudkan aspirasi rakyat. Atas dasar dan demi tujuan itu, watak demokrasi harus tercermin juga dalam hukum. Dengan kata lain, hukum harus didasarkan juga pada aspirasi rakyat dan bertujuan mewujudkan aspirasi rakyat, bukan malahan menghalanginya. Mengubah pasal UU tidak akan menyebabkan UU dikhianati. Sebaliknya, mengorbankan aspirasi rakyat pasti menyebabkan rakyat merasa dikhianati.
Rakyat Manggarai telah merasa dikhianati. Keputusan KPUD tidak rasional dan tidak aspiratif. Bahwa mereka menang, ya. Namun itu cuma kemenangan legalitas, bukan kemenangan legitimiasi. Salut kita tetap buat Siram Demokrasi.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 12 Juni 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar