26 November 2009

“Drama” Kalang Maghit

Ketika Hukum Dipolitikkan di Manggarai

Oleh Frans Anggal

Berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Frans Padju Leok dalam kasus Kalang Maghit di Manggarai Timur dinyatakan lengkap. Penyidik Polres Manggarai telah menyerahkan barang bukti dan sang tersangka ke Kejari Ruteng. Demikian warta Flores Pos Sabtu 21 November 2009.

Kasus ini kasus lama. Proyek pembangunan jalan di Kalang Maghit, tahun 2001. Nilai proyek Rp61 juta. Bukti fisik pengerjaan proyek tidak jelas. Menurut hasil audit BPKP, kerugian negara Rp58 juta. Selain Padju Leok yang saat itu kepala bappeda Manggarai, ada dua tersangka lain: Lian Jemali (staf bappeda) dan Abel Bebo (rekanan pelaksana proyek).

Lian Jemali dan Abel Bebo sudah divonis. Satu tahun penjara. Mereka naik banding hingga kasasi. Toh, putusan MA sama juga: satu tahun penjara. Entahlah nanti untuk Padju Leok. Soalnya, sudah bertahun-tahun, baru sekarang BAP-nya dinyatakan lengkap. Kenapa baru sekarang? Sulit dijawab. Tapi beberapa fakta dari “drama” Kalang Maghit berikut ini sulit ditolak. Drama dalam lima babak.

Babak pertama. Padju Leok sebagai kepala bappeda Manggarai. Pada masa kepemimpinan Bupati Anthony Bagul Dagur dan Wabup Markus Djadur. Sudah sejak itu ia berstatus tersangka. Sebuah adegan menandai babak ini. Ia masuk tahanan polisi, satu hari. Karena sakit, penahanannya ditangguhkan. BAP-nya belum lengkap.

Babak kedua. Padju Leok sebagai sekda Manggarai. Pada masa kepemimpinan Bupati Christian Rotok dan Wabup Kamelus Deno. Hal ‘mengagumkan’ terjadi. Meski berstatus tersangka, Padju Leok naik posisi. Dari kepala bappeda era Bagul-Djadur menjadi sekda era Rotok-Deno. Ini ‘prestasi’ Rotok-Deno: mempromosikan seorang tersangka. BAP-nya belum lengkap.

Babak ketiga. Padju Leok sebagai penjabat bupati Manggarai Timur. Masih pada kepemimpinan Rotok-Deno. Hal ‘mengagumkan’ terjadi lagi. Kali ini lebih hebat. Kendati masih berstatus tersangka, Padju Leok melejit dari sekda Manggarai menjadi penjabat bupati Manggarai Timur. Tentu, ‘prestasi’-nya Rotok-Deno juga: lagi-lagi mempromosikan seorang tersangka. BAP-nya belum lengkap.

Babak keempat. Padju Leok pensiun, menyusul berakhirnya masa baktinya sebagai penjabat bupati Manggarai Timur dan terpilihnya bupati-wabup definitif hasil pilkada: Yosef Tote dan Andreas Agas. Di saat pensiun ini, sebuah adegan peralihan terjadi. Dari birokrat, Padju Leok menuju politikus. Dengan demikian, melalui adegan peralihan ini, ia ingin masuk ke babak berikut.

Babak kelima. Padju Leok siap maju dalam pilkada Manggarai 2010. Artinya, siap bertarung melawan paket lain. Satu di antara paket itu, Credo Jilid II. Rotok-Deno ingin maju lagi menakhodai Manggarai dua periode. Maka masuklah mereka dalam atmosfer rivalitas. Dalam atmosfer inilah, seperti mimpi saja, kasus Kalang Maghit mencuat lagi. Bom waktu itu akhirnya meledak. BAP Padju Leok dinyatakan lengkap, setelah bertahun-tahun menggantung tidak jelas. Sebentar lagi ia akan duduk di kursi pesakitan. Sebentar lagi ia akan divonis.

Ini drama hukum. Benar. Tapi tidak sepenuhnya. Ini drama politik juga. Malah politiknya lebih dominan dan determinan ketimbang hukumnya. Tokohnya tokoh politik. Adegannya adegan politik. Alurnya alur politik. Setingnya seting politik. Keteganganya khas politik. Peleraiannya pun kental politik.

Tidak salah lagi: kasus Kalang Maghit adalah kasus hukum yang dipolitikkan dengan sangat sukses. Sebagai drama, babak demi babaknya penuh dagelan. Lucu, tapi juga menyedihkan. Sebab, dalam kasus ini, hukum tidak hanya ditertawakan, tapi juga dipermainkan.

“Bentara” FLORES POS, Selasa 24 November 2009

Tidak ada komentar: