Wabup Sikka Lakukan Ronda Kota
Oleh Frans Anggal
Tertangkap tangan mengotori tembok bangunan kota, seorang siswa SLTA di Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, disel satu malam. Demikian warta Flores Pos Senin 16 November 2009. Siapa yang memergok dan membekuk anak ini? Polisi? Pol PP? Camat? Lurah? Petugas kebersihan kota? Satpam? Bukan! Ia dibekuk oleh Wabup Damianus Wera.
Dalam sepekan terakhir, wabup lakukan operasi penertiban kebersihan dan keindahan kota. Maklum, Sikka sedang persiapkan diri raih Adipura 2009/2010. Dinihari, Rabu 11 November 2009, wabub keliling. Seorang anak terpergok sedang corat-coret tembok pakai cat. Ia dibekuk saat itu juga. Diserahkan ke polisi. Disel satu malam. Keluar dari sel, ia diinterogasi Pol PP. Terungkap, 4 siswa dari sekolah yang sama lakukan aksi yang sama selama ini.
Siswa corat-coret tembok itu biasa. Ronda kota dan bekuk anak-anak nakal juga biasa. Yang tidak biasa, ronda dilakukan seorang wabup. Keluarbiasaan (unusualness) merupakan salah satu nilai berita (news value). Semua yang luar biasa layak diberitakan. Sebaliknya, yang biasa-biasa saja, tidak.
Lord Northchliffe, pujanggga dan editor di Inggris abad 8, bilang begini. If a dog bites a man it is not news, but if a man bites dog, it is news. Apabila anjing menggigit orang, itu bukan berita. Sebaliknya, apabila orang menggigit anjing, itu baru berita. Sampai sekarang, prinsip ini masih jadi acuan reporter dan editor.
Di Sikka, begitulah. Wabup rela turun pangkat jadi satpam. Ia lakukan ronda kota. Sementara pol PP, camat, lurah, petugas kebersihan kota, mungkin sedang nyenyak. Sikka inginkan Adipura, tapi tembok bangunan kotanya dikotori anak-anak nakal. Yang di bawah, yang bertugas, tidak bisa atasi. Maka, sang jenderal rela turun pangkat jadi kopral. Luar biasa. Ini laik berita.
Masih ada nilai lain. Teori jurnalistik bilang, news is about people. Berita adalah tentang orang. Tentang orang-orang penting, figur publik. Mereka adalah news maker (pembuat berita). Teori jurnalistik juga bilang, names makes news. Nama menciptakan berita. Apalagi kalau penyandang nama itu orang penting, orang besar, terkemuka. Di daerah, wabup salah satunya. Ia petinggi daerah.
Di Sikka, kedua nilai berita itu menyatu. Petinggi daerah (wabup) jalankan tugas bawahan yang jauh di bawahnya (satpam). Tidak ada salahnya. Dalam konteks tertentu malah luhur. Yang kristiani boleh memandangnya sebagai salah satu ciri khas kepemimpinan Yesus. Sebagaimana dikemukakan Fritz Loebingen (1999). Yesus tidak membiarkan keadaan manusia sebagaimana adanya. Ia menunjukkan jalan yang benar. Lebih daripada itu, Ia menapaki jalan yang ditunjuk-Nya. Bahkan, Ia sendiri adalah jalan, kebenaran, dan hidup.
Dengan ronda kota, Wabup Wera melakukan dua hal. Pertama, ia menunjukkan jalan bagaimana semestinya petugas lapangan menjalankan tugasnya menjaga keamanan dan ketertiban kota. Kedua, ia menjalankan tugas para petugas lapangan yang selama ini kurang optimal menjalankan tugas sehingga tidak bisa mengidentifikasi pelaku corat-coret dinding bangunan kota.
Sekali wabup turun jadi satpam, hasilnya langsung kelihatan. Pelaku corat-coret terpergok. Dibekuk. Diserahkan ke polisi. Disel. Diinterogasi pol PP. Sindikasinya terbongkar. Lengkap dengan identitas sekolah dan orangtua, guna pembinaan selanjutnya.
Langkah wabup kita puji. Tapi mesti ada batasnya. Sebab, wabup punya bawahan. Ada pol PP, camat, lurah, petugas kebersihan, satpam, dll. Apa saja kerja mereka sampai wabup harus jadi satpam? Mereka harus malu. Mereka harus sadar. Mereka harus bertanggung jawab.
“Bentara” FLORES POS, Rabu 18 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar