Kontroversi Tambang
Oleh Frans Anggal
Eksplorasi tambang emas di Batu Gosok tetap dilanjutkan sampai dengan berakhirnya izin eksplorasi 9 Juli 2010. Sedangkan di Tebedo, eksplorasinya dihentikan sementara, sejak 15 Agustus 2009. Demikian isi berita utama Flores Pos Kamis 12 November 2009. Ini kutipan pernyataan Pemkab Mabar dalam sidang paripurna DPRD, Selasa 10 November 2009.
Kenapa eksplorasi di Batu Gosok tetap dilanjutkan? Pemkab pakai dasar hasil peninjauan dan verifikasi tim Departemen ESDM 15-18 Juli 2009. Simpulan tim ada dua. Pertama, Batu Gosok terletak di luar Taman Nasional Komodo (TNK). Kedua, eksplorasi itu menggunakan metode parit uji. Dengan kata lain, karena terletak di luar TNK dan eksplorasinya menggunakan metode parit uji maka menambang emas di Batu Gosok itu no problem. Maka, eksplorasi diteruskan, sampai delapan bulan ke depan.
Itu di Batu Gosok. Sekarang di Tebedo. Langkah yang diambil pemkab sebaliknya. Eksplorasi dihentikan sementara. Apa alasannya? Izinnya sedang diproses di Menhut RI. Yaitu, izin untuk melakukan ekplorasi di dalam kawasan hutan lindung (RTK 108). Alasannya hanya itu, dan hanya sampai di situ.
Hebat betul Pemkab Mabar. Mendasarkan tindakannya hanya pada sesuatu yang menguntungkan kepentingannya, tanpa sedikit pun memperhitungkan kerugian yang sudah, sedang, dan akan menimpa masyarakat dan lingkungan hidup. Pemkab memelototi hanya satu hal, sambil membutakan mata terhadap banyak hal lain. Padahal, persoalan tambang emas itu multidimensional. Janggal tentunya, kalau untuk sesuatu yang multidimensional, pemkab hanya gunakan dasar tunggal, monodimensional.
Dalam kasus Batu Gosok, misalnya. Pemkab hanya pakai hasil peninjauan dan verifikasi tim Departemen ESDM sebagai dasar untuk meneruskan ekplorasi. Ini tidak dapat dibenarkan. Bahwa, Batu Gosok itu terletak di luar TNK, itu benar seratus persen. Bahwa, eksplorasi itu menggunakan metode parit uji, itu juga benar seratus persen. Yang dinafikan oleh pemkab adalah dampaknya.
Meski terletak di luar TNK, Batu Gosok tetap masuk dalam kawasan penyangga (buffer zone) TNK. Namanya juga penyangga alias penopang, perannya tidak boleh diremehkan. Tanpa topangan yang kuat, sebuah bangunan akan mudah roboh. Kalau Batu Gosok selaku buffer zone dirusakkan, ya otomatislah TNK akan terkena dampaknya. Tidak harus profesor, seorang tamatan SD juga tahu penalaran semudah ini. Anehnya, dalam logika seperti ini, Pemkab Mabar rela turun pangkat menjadi taman kanak-kanak.
Dalam kasus Tebedo juga begitu. Malah yang ini lebih parah. Tidak hanya tidak logis, pemkab juga tidak jujur. Katanya, ekplorasi dihentikan sementara karena izinnya sedang diproses di Menhut. Padahal, sudah dipublikasikan berkali-kali, ekplorasi di Tebedo itu bermasalah secara hukum. Ribuan pohon dalam kawasan hutan lindung RTK 108 tumbang karena ekplorasi. Bupati dan investor sudah dilaporkan ke polisi oleh Geram. Proses hukum sudah berjalan. Ini dasar mengapa ekplorasi dihentikan. Tapi, ini tidak disebutkan. Pemkab tidak jujur.
Dengan mengatakan ekplorasi dihentikan sementara karena izinnya sedang diproses di Menhut, itu berarti eksplorasi dalam hutan lindung selama ini dilakukan tanpa izin Menhut. Sikat dulu, baru urus. Langgar aturan dulu, baru ikut aturan. Kangkangi hukum dulu, baru hormati hukum. Dilaporkan Geram dulu, baru perjuangkan izin ke Menhut.
Tidak logis. Tidak jujur. Tidak taat hukum. Kata apa yang pas untuk Mabar di bawah pemkab seperti ini? Hanya ada satu kata: kasihan!
“Bentara” FLORES POS, Jumat 13 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar