17 November 2009

RSUD Ende Perlu Introspeksi

Seputar Sengketa Medik

Oleh Frans Anggal

Pelayanan RSUD Ende dikeluhkan keluarga korban lakalantas. Tiga jam korban di UGD, luka-lukanya tidak dibersihkan. Keluarga harus beli obat dulu, baru ada pertolongan pertama. “Kenapa harus tunggu uang baru bisa obati luka-luka?” keluh keluarga, diwartakan Flores Pos Rabu 4 November 2009. Setelah empat hari, korban meninggal. Jenazah dibiarkan tanpa dibersihkan. Keluargalah yang kasih mandi, setelah minta air dari rumah sekitar. Karena, kunci ruang pemandian jenazah dibawa oleh petugas yang sedang antar jenazah lain.

Tanggapan RSUD? Pada prinsipnya, manajeman RSUD Ende prioritaskan pelayanan, kata Plh Direktur Mourits Bunga. Mungkin karena beda pemahaman. Keluarga mau cepat, sedangkan petugas kerja ikut standar prosedur tetap (protap). Soal di ruang jenazah, itu karena kurang tenaga. “Hampir di semua instalasi,” katanya.

Menarik, tanggapan Mourits Bunga: mungkin karena beda pemahaman. Diandaikan demikian, pertanyaan pokok tetap ini. Sejauh mana petugas RSUD telah menaati standard of procedure (SOP) dan etika profesi? Pertanyaan ini semakin penting, karena pasien akhirnya meninggal. Dalam berita, keluarga bilang: jika sejak awal korban ditangani dengan cepat dan baik, kemungkinan jiwanya tertolong.

Benar tidaknya pernyataan keluarga itu tergantung dari pemenuhan standar protap dan etika profesi tadi. Kalau petugas RSUD tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, atau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, itu sudah malpraktik medis. Namun, jika yang dilakukan petugas telah sesuai dengan standar dan etika profesi, namun gagal menyelamatkan jiwa pasien, ini risiko medis, bukan malpraktik medis. RSUD tidak dapat dipersalahkan.

Menarik pula, tanggapan Mourits Bunga: pada prinsipnya, manajeman RSUD Ende prioritaskan pelayanan. Prinsip ini patut didukung. RSUD bertekad memberikan pelayanan optimal kepada pasien. Mengapa?

Pertama, pasien adalah konsumen kesehatan yang memiliki hak memperoleh keselamatan dan keamanan dalam pelayanan kesehatan. Hak ini menuntut petugas kesehatan sebagai pemberi jasa layanan, memberikan pelayanan kesehatan yang profesional dan bertanggung jawab. Kedua, penelantaran bisa menimbulkan hal-hal yang berakibat buruk terhadap keselamatan dan kesehatan pasien. Terlebih pada pasien dengan keadaan yang kurang baik, yang membutuhkan pemantauan dan perawatan intensif.

Pertanyaan kita dalam kasus ini: sudahkah prinsip prioritaskan pelayanan itu dipraktikkan oleh petugas RSUD Ende? Benarkah perlakukan di UGD dan kamar jenazah bukan bukti pengabaian kewajiban rumah sakit terhadap pasien? Benakah yang terjadi itu telah sesuai dengan amanat Kode Etik Rumah Sakit Indonesia (Koderasi)? Koderasi menegaskan: rumah sakit harus mengindahkan hak-hak asasi pasien. Benarkah hak-hak itu telah diindahkan RSUD Ende?

UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen mengamanatkan: masyarakat khususnya pasien sebagai konsumen, memiliki hak yang harus dihormati oleh pemberi jasa layanan kesehatan. Masyarakat konsumen kesehatan berhak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan dalam pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan demikian, masyarakat konsumen kesehatan dilindungi dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggung jawab seperti penelantaran.

Pertanyaan kita dalam kasus ini: sudahkah amanat UU tersebut dilaksanakan oleh petugas RSUD Ende? Masih banyak pertanyaan lain yang bisa dideretkan di sini. Intinya satu: RSUD Ende perlu introspeksi. Jadikan kasus ini pembelajarn berharga.

“Bentara” FLORES POS, Kamis 5 November 2009

Tidak ada komentar: