Persidangan Kasus Romo Faustin Sega Pr
Oleh Frans Anggal
Forum para pastor Keuskupan Agung Ende (KAE) dan tokoh awam Katolik menemui Kajari Bajawa Samuel Say, Rabu 25 November 2009. Tim ini dipimpin Ketua JPIC KAE Romo Rony Neto Wuli Pr. Seperti diwartakan Flores Pos Sabtu 28 November 2009, tim menyampaikan tiga hal kepada kajari.
Pertama, apresiasi dan dukungan kepada Kejari Bajawa karena berita acara pemeriksaan (BAP) tersangka Theresia Tawa dan Agus Waja telah dinyatakan lengkap (P21). Kedua, harapan agar penyerahan tersangka dan barang bukti dari Polda NTT kepada Kejari Bajawa dilakukan dalam tempo yang tidak terlalu lama. Ketiga, permintaan agar persidangan kasus ini dilangsungkan di Pengadilan Negeri (PN) Bajawa, karena tempat kejadian perkara (locus delicti) berada dalam yurisdiksi Kejari Bajawa.
Tentang poin ketiga, Kajari Samuel Say bilang ia masih harus berunding dengan Kejati NTT di Kupang. Yang menjadi petimbangan utama, kata dia, keamanan. Amankah kalau persidangan kasus kematian Romo Faustin dilangsungkan di PN Bajawa? Tidak ada jawaban eksak matematis untuk ini. Dengan kata lain, segala kemungkinan bisa terjadi. Namun, ini yang penting: tingkat probabilitas dari segala kemungkinan itu bisa diprediksikan.
Pertama, dengan melihat presedennya. Sudah beberapa kali umat Kevikepan Bajawa berdemo besar-besaran sebelum penyidikan kasus ini diambil alih Polda NTT dari tangan Polres Ngada. Apa yang terjadi? Demo itu aman. Tertib. Damai. Jauh dari gelagat anarki. Ketika berdemo, umat mampu kendalikan diri. Kenapa tidak saat menyaksikan persidangan nanti?
Kedua, dengan melihat peran para pastor. Kenapa beberapa kali demo umat Kevikepan Bajawa itu berlangsung aman, tertib, tidak anarkis? Salah satu jawabannya adalah ini. Peran para pastor. Tanpa diminta sekalipun, mereka sudah terpanggil membawa umatnya menapaki jalan kebenaran, keadilan, dan perdamaian. Ketika berdemo, umat mereka arahkan menapaki jalan itu. Kenapa tidak saat menyaksikan persidangan nanti?
Ketiga, dengan melihat peran alat negara. Dalam banyak konflik horizontal di Ngada, termasuk perang tanding, Polres Ngada terbukti sigap dan mampu mengatasi situasi. Itu pun di tempat kejadian perkara yang jauh dari mapolres. PN Bajawa, tempat akan berlangsungnya persidangan kasus Romo Fautin, berapa sih jaraknya dari mapolres? Tidak jauh, bukan? Denyut kamtibmas dalam kota sekecil Bajawa amat mudah direkam, mudah diperkirakan eskalasinya, dan karena itu mudah pula diantisipasi dan diatasi.
Dengan tiga pertimbangan tersebut, kita dapat menyatakan: tingkat probabilitas kerusuhan dalam persidangan kasus Romo Faustin di PN Bajawa amatlah rendah. Secara optimistik, kita hakulyakin persidangan akan aman. Optimisme ini, selain locus delicti tadi, menjadi dasar rasional untuk tidak perlu memindahkan persidangan ke tempat lain. Sidangnya di Bajawa saja!
Tapi, tidak dengan demikian lantas semua pihak boleh takabur. Keamanan itu tidak jatuh dari langit. Keamanan bukan sebuah kebetulan (by accident). Keamanan itu hasil kerja (by design). Karena itu, prakondisinya harus dirancang. Pada titik ini, yang bertanggung jawab bukan hanya umat, pastor, dan polisi. Kejaksaan dan pengadilan ikut bertanggung jawab.
Apa saja tanggung jawab yang dituntut dari Kejari dan PN Bajawa? Tidak banyak-banyak amat tuh. Cuma sedikit. Bahkan cuma satu. Dan yang cuma satu itu sederhana saja, kalau memang mau bertanggung jawab agar persidangan jadi aman. Apakah itu? Peradilan yang fair!
“Bentara” FLORES POS, Senin 30 November 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar