16 Februari 2010

SMS dan Selebaran Itu

Provokasi terhadap Umat Beragama di Ende

Oleh Frans Anggal

Camat Ende Selatan Ismail Petorsila mengundang para tokoh agama, Kapolsek, Danramil, Depag, tokoh masyarakat, dan pihak terkait untuk bicarakan SMS dan selebaran gelap yang berisi provokasi terhadap umat beragama di Kabupaten Ende. Isi SMS dan selebaran itu terkait kasus dugaan korupsi Iskandar Mberu, mantan sekda Ende. Kasusnya akan disidangkan di PN Ende.

”Baik pesan gelap maupun selebaran ini menghasut umat beragama. Mengajak umat Islam untuk bersatu membakar areal pertokoan .... Pertemuan ini diadakan agar masyarakat Kecamatan Ende Selatan terutama para pemilik toko tidak terprovokasi dan tidak perlu cemas ataupun takut. Percayakan kepada pemerintah untuk meredamnya,” kata camat (Flores Pos Senin 8 Februari 2010).

Kita dukung langkah ini, juga imbauannya. Kita percaya, pemerintah bisa redam. Yang menggelitik kita: ada apa di balik SMS dan selebaran itu? Dari isinya, cukup jelas, ini politisasi agama. Isu agama dijadikan komoditas politik praktis. Seperti kata Wakil Ketua MUI Kabupaten Ende Djamal Humris, selebaran itu menyebutkan bahwa Iskandar Mberu sudah berbuat banyak bagi umat Islam, tapi ketika yang bersangkutan menghadapi proses hukum, tidak ada tindakan atau kepedulian dari umat Islam.

Dalam SMS, kasus Iskandar Mberu dikaitkan dengan Don Wangge-Achmad Mochdar, bupati-wabup saat ini. Bahwa, Wangge-Mochdar sedang membunuh karakter umat Islam yang duduk di pemerintahan. Bahwa, Wangge-Mochdar mengadu domba umat Islam. Bahwa, kasus Iskandar Mberu rekayasa belaka.

Tak perlu nalar canggih untuk simpulkan, ini SMS sampah. Yang begini ini tidak hanya di Ende. Di wilayah lain, pada pilpres 2009, beredar selebaran gelap. Isinya: istri Cawapres Boediono itu Katolik. Maka, dua kubu yang bersinggungan langsung, kubu SBY-Boediono dan JK-Wiranto, bikin kasus ini makin lebar. Bahkan jadi objek kampanye untuk saling serang. Betul-betul sampah!

Sampah ini juga ada di Amerika Serikat, yang katanya kampiun demokrasi. Capres Barack Obama disangkutpautkan dengan Islam. Obama terpaksa berikan klarifikasi tentang agama yang dianutnya. Padahal, selaku warga sebuah negara sekular, hal seperti ini tidak perlu ia lakukan. Tapi, begitulah politik praktis. Halalkan segala cara. Ini yang kita tolak.

Kita sepakat dengan Djamal Humris. Jasa baik Iskandar Mberu patut dihargai. Ia telah buat banyak bagi umat Islam. Namun, hargai jasanya tak boleh dengan halalkan segala cara. Apalagi dengan tumbalkan orang yang tak bersalah. Apa salah para pedagang dalam kasus Iskandar Mberu sehingga toko mereka harus dibakar? “Masalah Pak Iskandar itu sudah masuk ranah hukum,” kata Djamal Humris, “jadi mari kita hormati proses hukum.”

Ajakan yang tepat. Tidak hanya karena proporsional sesuai dengan ranahnya, tapi juga proporsional sesuai dengan hakikat keinsanian kita. Seperti kita, Iskandar Mberu itu manusia juga. Maka, meski berjasa banyak, ia tetap bisa punya salah. Membela seakan-akan dia tidak mungkin bersalah adalah bentuk kultus individu. Islam justru sangat menentang ini.

Prof Dr Hamka dalam bukunya Dari Hati ke Hati menulis sangat bagus tentang kultus individu. Rasulullah SAW menjaga dengan keras, jangan sampai cinta kepada dirinya menyebabkan kultus atau pemujaan. Dia boleh dicintai …. Tetapi cinta jangan sampai timbulkan pemujaan. Yang wajib dipuja dan disembah hanyalah Allah. “Sedangkan nabi kita tidak kita puja (sembah) dan tidak kita kultus-individukan, apalagi manusia lain, siapa pun dia!”

“Bentara” FLORES POS, Selasa 9 Februari 2010

Tidak ada komentar: