Ketika Berkas Dikembalikan Pihak Kejaksaan
Oleh Frans Anggal
Kejari Ende kembalikan lagi ke polisi berkas kasus dugaan korupsi pembelian mesin pompa air PDAM, dengan petunjuk untuk dilengkapi. Kapolres Bambang Sugiarto menilainya mengada-ada. Enam kejanggalan.
Satu, jaksa mengembalikan berkas pada hari ke-13 atau 1 hari sebelum batas akhir. Kepepet. Dalam 1 hari polisi harus penuhi semua petunjuk. Dua, jaksa meminta lagi unsur-unsur yang sudah ada dalam berkas-berkas belumnya, seperti SK pengangkatan direktur PDAM, surat penunjukan seorang plt, kronologi kejadian, dan peran masing-masing tersangka. Tiga, jaksa meminta cabut kembali keterangan saksi ahli BPKP yang pertama, cukup masukkan yang kedua. Padahal, keterangan dua saksi ini saling terkait. Empat, jaksa meminta lampirkan kuitansi pengeluaran dana oleh para tersangka. Padahal, kasusnya justru di situ: transkasi tanpa kuitansi. Lima, jaksa minta polisi tidak terlalu mengacu pada petunjuk jaksa. Enam, jaksa minta polisi menanyai para tersangka apakah mereka sadar lakukan korupsi.
Itu beberan kapolres. Tanggapan Kajari Marihot Silalahi? Singkat. Berkas belum lengkap. Dari yang diminta, baru unsur kerugian negara yang dipenuhi. Yang belum, kejelasan peran tiap tersangka dan kepastian keterangan saksi ahli yang saling bertolak belakang.
Benarkah berkas belum lengkap? Siapa yang tahu! Mereka yang pegang berkas. Maka, belum jelas juga, siapa jujur siapa bohong, siapa pahlawan siapa bandit. Namun gambaran samar-samarnya mulai tampak.
Simak saja enam kejanggalan itu. Sayang, ruang ini terbatas untuk mengulasnya satu-satu. Kita ambil saja yang terakhir, yang janggalnya 24 karat, dan bagus sebagai lelucon. Jaksa minta polisi menanyai para tersangka apakah mereka sadar lakukan korupsi. Hmmm. Kalau mereka jawab ”tidak sadar”, mau apa?
Dunia hukum mengenal adagium klasik Latin, Ignorantia iuris nocet. ‘Ketidaktahuan akan hukum mencelakakan’. Maksudnya, ketidaktahuan akan hukum dan peraturan tidak dapat dijadikan alasan di pengadilan. Oleh karena itu, Ignorantia legis non excusat. ‘Pengabaian hukum tidak dapat dimaafkan’. Jadi, tidak perlu tanya tersangka sadar atau tidak. Ini pertanyaan tolol.
Tapi ... mungkin jaksa punya dasar. Siapa tahu ia miliki bukti bahwa para tersangka melakukan korupsi tanpa sadar. Misalnya, korupsi sambil tidur nyenyak. Jika benar begitu, mereka bisa luput, karena “korupsi nyenyak” bukanlah delik. Qui dormit non peccat. ‘Barang siapa tidur, ia tidak berdosa’.
Nah. Adakah yang percaya, yang terjadi di PDAM Ende itu cuma “korupsi nyenyak”? Bila tak seorang pun, mari kita jadikan ia lelucon. Lelucon Kasus PDAM Ende. Daripada stres bodoh menyaksikan bolak-balik dan balik-bolak berkas kasus yang sudah enam kali berulang tahun di kejaksaan, lebih baik kita nikmati juga leluconnya. Bagus sebagai penawar stres.
“Bentara” FLORES POS, Kamis 11 Juni 2009
1 komentar:
sebagai putra daerah Dari pribadi saya yang terdalam: marilah kita sebagai warga negara yang baik yang sdara hukum untuk betul betul melaksanakan tugas dan tanggung jawab kita dengan hati nurani, karena setiap apa yang kita lakukan pasti ada pertanggungjawaban di hari akhir kelak. takutlah denga segala yang kita lakukan yang diketahui hanyalah kita dengan Maha Pencipta.
Posting Komentar