DPRD NTT Pinjam Uang APBD Beli Mobil
Oleh Frans Anggal
Berita Flores Pos Jumat 21 Mei 2010. Halaman depan, dari Sikka: ”Satu Pasien Busung Lapar Meninggal”. Halaman dalam, dari Kupang: ”Anggota DPRD NTT Pinjam Uang APBD Beli Mobil”. Dua peristiwa, pada satu provinsi. Rakyatnya mati kelaparan. Wakil rakyatnya beli mobil. Kontras!
Yang kontras begini tidak baru di NTT. NTT itu, miskin rakyatnya, kaya pejabatnya. Reyot rumah masyarakatnya, megah gedung pemerintahnya. Rusak jalan daerahnya, mewah mobil dinasnya. Rendah pendapatannya, tinggi korupsinya. Dst.
Pada berita Flores Pos tersebut terkesan: DPRD NTT sudah jadi bagian dari kontras itu. Bahkan, mereka pemain pentingnya. Bersama eksekutif, mereka tentukan mau diapakan dana APBD 2009/2010. Mau dipinjamkan, boleh. Miliaran rupiah, boleh. Dipinjamkan kepada diri sendiri, boleh. Mereka yang tentukan koq. Dan, sah.
Maka, terjadilah. Dana APBD 2009/2010 siap dipinjamkan kepada 55 anggota DPRD NTT. Masing-masing Rp200 juta. Untuk beli mobil. Tinggal pilih: Toyota Avansa, Toyota Rush, Toyota Inova, Izuzu Panther. Pengembaliannya? Gampang! Mereka yang atur koq! Potong gaji Rp5 juta per bulan, selama 48 bulan. Selesai.
Kenapa harus mobil? Syahlan Kamahi, anggota dewan dapil Alor, Lembata, Flotim, kasih alasan. DPRD itu pejabat negara. Mereka berhak dapat fasilitas dari negara. Agar, memperlancar dan mempermudah pelaksanaan tugas, demi kepentingan rakyat.
Demi kepentingan rakyat! Luhurnya! Tapi, mari letakkan itu dalam kontras tadi. ”Satu Pasien Busung Lapar Meninggal”, ”Anggota DPRD NTT Pinjam Uang APBD Beli Mobil”. Demi kepentingan rakyat! Rakyat yang mana? Seluruhnya! Termasuk, yang busung lapar. Dengan mobil itu, nanti, busung lapar berkurang.
Kalau benar begitu, kita dukung seratus persen anggota DPRD miliki mobil. Jangan hanya satu per orang. Bila perlu lima. Mengingat, tujuannya: memperlancar dan mempermudah pelaksanaan tugas, demi kepentingan rakyat. Semakin banyak mobil, semakin lancar dan mudah pelaksanaan tugas. Karena pelaksanaan tugas itu demi kepentingan rakyat, termasuk yang busung lapar, maka semakin banyak mobil, semakin berkurang busung lapar.
Itu hanya mimpi. Demi kepentingan rakyat itu hanya slogan. Kepentingan rakyat diumbar, kepentingan diri dibungkus. Kebiasaan NTT. Melihatnya, gampang. Dari kontras itu tadi. Dana pusat diterima berlimpah, katanya demi kepentingan rakyat, nyatanya yang meningkat bukan kesejahteraan rakyat tapi korupsi pejabat. Yang meningkat bukan ke-laik-huni-an rumah masyarakat tapi kemegahan gedung pemerintah. Yang meningkat bukan kualitas jalan raya tapi kemewah mobil dinas. Dst.
Mobil DPRD NTT berada dalam kontras itu. Tak ada preseden sebaliknya. Karena itu, jangan suka umbar kepentingan rakyat. Jangan bertindak seperti burung unta. Sembunyikan kepala dalam pasir, badannya tetap kelihatan. Open-open saja, apa salahnya. Ingin miliki mobil, titik. Secara etis, itu jauh lebih baik ketimbang menguarkan tujuan luhur tapi bohong. Kejujuran akan mengukuhkan legitimasi etis legislatif. Tanpa legitimasi etis, pertanggungjawaban publik kehilangan makna. Publik jadi muak.
Kalau benar beli mobil itu demi kepentingan rakyat, kenapa tidak pinjam uang di bank saja? Kenapa harus pinjam uang APBD? Meminjam uang APBD sama dengan ’merampas’ potensi hak rakyat atas anggaran. Di mana letak demi kepentingan rakyat-nya?
“Bentara” FLORES POS, Senin 24 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar