Kemelut Pemilukada Flotim 2010
Oleh Frans Anggal
Akhirnya, KPU Flotim mengakomodasi paket Mondial (Simon Hayon dan Fransiskus Diaz Alffi) sebagai kontestan pemilukada Flotim 2010. Keputusan ini diambil dalam rapat pleno KPU Flotim dan KPU Provinsi NTT di Kupang (Flores Pos Senin 10 Mei 2010).
Sebelumnya, paket Mondial tidak diakomodasi karena tidak penuhi syarat administrasi. Berupa, surat keputusan parpol atau gabungan parpol yang mengatur mekanisme penjaringan bakal calon, sebagaimana dipersyaratkan Paraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009. Paket Mondial tidak masukkan ”surat keputusan parpol”, tapi ”kesepakatan bersama parpol”.
Persoalan ini dibawa ke pusat. KPU Pusat menilai KPU Flotim keliru menafsir peraturan. Secara substansial, ”kesepakatan bersama parpol” itu merupakan ”keputusan parpol”. Ini jelas dalam UU (Nomor 12/1999) yang statusnya lebih tinggi daripada peraturan. Jadi, paket Mondial penuhi syarat. Harus diakomodasi.
KPU Flotim tetap tanam kaki. Maka, KPU Pusat perintahkan KPU NTT: ambil alih penanganan pemilukada Flotim dan bentuk dewan kehormatan. Reaksi KPU Flotim? ”Yang pasti KPU Flotim masih tetap bertahan dengan keputusan ... itu,” kata jubir Kosmas Kopong Liat Ladoangin. Bahkan, ”KPU Flotim tidak akan mengubah keputusan ... sepanjang ketua dan anggota belum dinonaktifkan oleh KPU Pusat” (Flores Pos Sabtu 8 Mei 2010).
Hanya berselang sehari, sikap KPU Flotim sudah berubah. Mereka akhirnya mengakomodasi paket Mondial. Dengan demikian, pengambilalihan penanganan pemilukada dan pembentukan dewan kehormatan pun dibatalkan.
Kenapa KPU Flotim berubah sikap? Gentar dengan pengambilalihan penanganan pemilukada dan pembentukan dewan kehormatan yang bakal berujung penonaktifan? Bukankah jubirnya sudah berkoar-koar? Dia bilang, ”... kami aman. Kan tidak mati juga kalau tidak kerja di KPU.”
Sejauh diberitakan, alasan perubahan sikap ini belum dijelaskan oleh KPU Flotim. Yang jelaskan malah KPU NTT. ”Ada prinsip-prinsip yang kami sepakati bersama, yakni untuk kepentingan umum dan keutuhan KPU secara hierarki mulai dari pusat hingga daerah,” kata jubir Djidon de Haan.
Kepentingan umum! Pertanyaan kita: kalau sekarang kepentingan umumlah yang jadi alasan KPU Flotim berubah sikap, lantas sebelum itu kepentingan siapakah yang mereka perjuangkan, dengan cara begitu harfiahnya menafsir peraturan, serta begitu arogan dan nekatnya ’melawan’ KPU Pusat? Kepentingan siapakah di balik tidak diakomodasinya paket Mondial?
Ini perlu dicari tahu. Sebab, dalam politik, slogan “kepentingan umum” selalu diumbar, sedangkan kepentingan picik selalu ditutup rapat. Karena itu, konsekuensi pertama diakomodasinya paket Mondial oleh KPU Flotim itu tepat: batalnnya pengambilalihan penanganan pemilukada oleh KPU NTT. Sedangkan konsekuensi keduanya justru sesat: batalnya pembentukan dewan kehormatan.
Semestinya, dewan kehormatan tetap dibentuk, meski KPU Flotim sudah mengakomodasi paket Mondial. Logikanya analog dengan logika hukum pidana. Perbuatan pidana tidak hilang atau dianggap tak ada hanya karena akibatnya dipulihkan. Tindak pidana korupsi tidak hilang atau dianggap tak ada hanya karena uang negara dikembalikan. Pengembalian uang ke kas negara tidak menghentikan proses hukum.
Demikian pula dengan pelanggaran kode etik. Pelanggaran kode etik tidak hilang atau dianggap tidak ada hanya karena KPU Flotim sudah mengakomodasi paket Mondial. Di sinilah sesatnya KPU Pusat. Juga, KPU NTT selaku mandataris.
“Bentara” FLORES POS, Selasa 11 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar