Kemelut Pemilukada Flotim 2010
Oleh Frans Anggal
Massa pendukung lima paket cabup-cawabup Flotim berdemo di Larantuka. Mereka datangi kantor KPU, kantor bupati, dan kantor DPRD. Mereka tolak paket Mondial (Simon Hayon dan Fransiskus Diaz Alffi) menjadi kontestan pemilukada 2010. Paket ini dinilai sudah tidak penuhi syarat administrasi menurut Paraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 (Flores Pos Rabu 12 Mei 2010).
Sebatas berorasi dan beryel-ria, okelah. Yang mengkhawatirkan, demo mulai menjurus ke anarki. Mereka sweeping semua kendaraan yang masuk Larantuka. Mereka incar mobil KPU NTT dan KPU Pusat. Dua KPU ini dinilai telah mengintervensi pemilukada dan merongrong otonomi KPU Flotim. Dua KPU ini tidak boleh masuk Larantuka.
Di tingkat KPU, persoalannya sudah selesai. Paket Mondial yang sebelumnya digugurkan akhirnya diakomodasi oleh KPU Flotim dalam rapat pleno dengan KPU NTT di Kupang. Rapat ini diselenggarakan setelah KPU NTT ditugaskan oleh KPU Pusat untuk mengambil alih pemilukada dan membentuk dewan kehormatan guna menindak pelanggaran kode etik yang dilakukan KPU Flotim.
Dengan diakomodasinya paket Mondial oleh KPU Flotim maka di tingkat KPU, persoalannya sudah selesai. Karena itulah, pengambilalihan pemilukada dan pembentukan dewan kehormatan dibatalkan. Pemilukada Flotim siap dilanjutkan, dengan jumlah kontestan dari lima menjadi enam paket.
Apa yang sudah selesai di tingkat KPU, ternyata belum di tingkat pendukung lima paket. Mereka ngotot dengan argumentasi yang notabene sudah mati di hadapan dua otoritas. Pertama, otoritas UU Nomor 12 Tahun 1999 yang, menurut hierarki perundang-undangan, lebih tinggi daripada Paraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009. Kedua, otoritas KPU Pusat, pihak yang menghasilkan Paraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 dan karenanya paling berkompeten menilai tepat atau tidaknya setiap penafsiran terhadap peraturan tersebut.
Apa penilaian KPU Pusat? KPU Flotim keliru menafsir Paraturan KPU Nomor 68 Tahun 2009 yang mengakibatkan gugurnya paket Mondial. Penafsiran itu pun menyalahi amanat UU Nomor 12 Tahun 1999. Karena itu, KPU Pusat meminta KPU Flotim mengakomodasi paket Mondial. Dalam rapat pleno dengan KPU NTT di Kupang, KPU Flotim akhirnya mengakomodasi paket Mondial. Selesai!
Dengan selesainya di tingkat KPU, semestinya selesai pula masalahnya di tingkat pendukung lima paket. Sebab, argumentasi yang digunakan pendukung lima paket itu sama dengan argumentasi KPU Flotim ketika menggugurkan paket Mondial.Sekarang argumentasi itu sudah mati di hadapan dua otoritas tadi. Anehnya, argumentasi mati ini kini dipaksa-paksa dihidupkan kembali oleh pendukung lima paket.
Dengan argumentasi mati itulah mereka berdemo ke kantor KPU, kantor bupati, dan kantor DPRD. Dengan argumentasi mati itulah mereka sweeping semua kendaraan yang masuk Larantuka. Dengan argumentasi mati tulah mereka melarang KPU NTT dan KPU Pusat masuk Flotim.
Ini benar-benar anarki dalam irasionalitas total. Mereka melakukan kekerasan tidak hanya pada tataran tindakan tapi juga pada tataran pemikiran. Mereka memaksa agar argumentasi yang sudah mati itu diterima sebagai kebenaran. Ibaratnya, mereka menodong orang agar mengakui bahwa mumi yang mereka usung benar-benar makhluk yang masih hidup. Ini namanya anarki para pengusung mumi.
Kita mendesak Polres Flotim bertindak tegas. Jangan pasif. Polisi bukan mumi. Jangan pula rela di-mumi-kan, oleh siapa pun, dengan bayaran berapa pun.
“Bentara” FLORES POS, Jumat 14 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar