DPRD NTT Pinjam Uang APBD Beli Mobil
Oleh Frans Anggal
GMNI Cabang Kupang datangi DPRD NTT. Mereka mendesak, peminjaman dana APBD provinsi kepada anggota DPRD NTT untuk membeli mobil dibatalkan. Uang APBD itu uang rakyat. Untuk pembangunan, pelayanan masyarakat, dan pengadaan fasilitas umum. Bukan untuk kepentingan pribadi anggota dewan (Flores Pos Senin 24 Mei 2010).
Dana APBD 2009/2010 yang siap dipijamkan itu miliaran rupiah. Untuk beli mobil 55 anggota dewan. Masing-masing dapat jatah Rp200 juta. Jenis mobilnya tinggal pilih: Toyota Avansa, Toyota Rush, Toyota Inova, Izuzu Panther. Pengembaliannya pakai cicil, potong gaji Rp5 juta per bulan, selama 48 bulan.
”Ironis. Pada saat masyarakat NTT mengalami masalah sosial yang membutuhkan dukungan dana, DPRD mengambil uang rakyat untuk membeli mobil. Wakil rakyat lebih sibuk memperjuangkan kepentingan pribadi, dan melupakan tugasnya sebagai wakil rakyat,” kata Blasius Timba, ketua GMNI.
Tanggapan DPRD NTT? Tidak nyambung! Lain sorotan GMNI, lain tangkisan DPRD. GMNI menyorotnya sebagai persoalan etis. DPRD menangkisnya dengan argumentasi yuridis dan ekonomis. Argumentasi yang sama digunakan pemerintah, partner DPRD dalam mengerat uang rakyat.
Argumentasi yuridis: meminjamkan uang APBD kepada anggota dewan tidak menyalahi aturan. Begitu kata Ketua DPRD NTT Ibrahim Medah. Sebab, dana itu diambil dari pos anggaran untuk membantu PNS yang mau meminjam uang untuk membeli kendaraan bermotor. Dewan diberi kesempatan yang sama.
Argumentasi ekonomis: kebijakan ini menguntungkan pemerintah, kata Medah. Sebab, kepemilikan mobil atas nama pribadi anggota dewan. Maka, bahan bakar, pemeliharaan, dan sopir tidak lagi menjadi tanggungan pemerintah. Sebaliknya kalau pakai kendaraan dinas.
Pertanyaan kita: di manakah tempat rakyat dalam kedua argumentasi itu? Tidak ada! Rakyat sudah dicoret! Para anggota dewan yang, katanya, terhormat itu kini sedang tidak mewakili siapa-siapa selain diri mereka sendiri. Karena mewakili diri sendiri, kepentingan dirilah yang mereka perjuangkan. Demi kepentingan diri itulah, argumentasi tadi mereka ulangtuturkan. Meskipun, rapuh!
Dalam argumentasi yuridis, Ibrahim Medah menyebutkan, ada pos anggaran bagi PNS yang mau pinjam uang APBD provinsi untuk beli kendaraan pribadi. Ini pos apa-apaan? Kenapa harus pinjam uang APBD untuk urusan pribadi? Kenapa tidak pinjam uang di bank? Semestinya pos seperti ini dipersoalkan oleh DPRD NTT. Eh, tidak. DPRD malah ikut memanfaatkannya dengan penuh sukacita. Mumpung ada posnya, sikat!
Dalam argumentasi ekonomis, Ibrahim Medah katakan, kebijakan ini menguntungkan pemerintah. Benar. Pemerintah pasti untung. Tapi, itu tidak cukup bagi wakil rakyat. Semestinya ditanyakan juga: apa untungnya bagi rakyat? Ketika pemerintah bikin pos anggaran bagi PNS yang mau pinjam uang APBD untuk beli kendaraan pribadi, apa untungnya bagi rakyat? Ketika DPRD memanfaatkan pos yang sama untuk beli mobil pribadi, apa untungnya bagi rakyat? Tidak ada! Malah rugi. Potensi hak rakyat atas anggaran berkurang.
Sisi inilah yang dilihat tepat oleh GMNI. Tapi dijawab gagap oleh DPRD. Ini persoalan etis! ”Pada saat masyarakat NTT mengalami masalah sosial yang membutuhkan dukungan dana, DPRD mengambil uang rakyat untuk membeli mobil.” Rakyat sekarat, DPRD nikmat!
“Bentara” FLORES POS, Selasa 25 Mei 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar