Peresmian Pusat Teknolgi Tepat Guna Jatropha
Oleh Frans Anggal
Pusat Teknologi Tepat Guna Jatropha (Puspha) di Kabupaten Sikka diresmikan Gubernur NTT Frans Lebu Raya, Kamis 26 Agustus 2010. Proyek ini dilaksanakan Yayasan Dian Desa dan LSM Jepang Asian People’s Exchange bekerja sama dengan Kedutaan Besar Jepang untuk Indonesia. Pemerintah Jepang mengalokasikan dana Rp7 miliar (Flores Pos Jumat 27 Agustus 2010).
Dengan peristiwa ini, dalam kisah jarak pagar (Jatropha curcas L), Sikka beruntung. Tidak seperti Flotim tahun 2008. Di Desa Nayubaya, enam mesin pengelola minyak jarak pagar bantuan Dapartemen Perindustrian tidak digunakan. Bahan baku biji jaraknya tidak ada. Proyek yang gagal.
Proyek pemerintah ya kadang begitu. Anggaran ada, hasil tiada. Proyeknya ‘diproyekkan’. Lembaganya ‘disapiperahkan’. PDAM misalnya. Urusan air bersih pemberian gratis Tuhan dan pipa-pipanya peninggalan Belanda koq bisa rugi. Sementara, usaha air mineral milik swasta koq bisa untung.
‘Pemroyekan’ proyek dan ‘penyapiperahan’ lembaga menimpa hampir semua BUMD. Di Manggarai ada Komodo Jaya. Tidak jaya-jaya. Rajin minta suntikan modal, ‘rajin’ pula defisit. Di Lembata, BUMD-nya bangkrut karena piutang. Pejabat rajin bon barang tapi malas bayar. Bangkrut karena bon. Persis seperti nasib kios di kampung.
Dalam kisah jarak pagar, Sikka beruntung. Proyek ditangani swasta, menggandeng ‘investor’ asing. Tak pake manajemen ‘akal miring’ ala proyek pemerintah. Pemerintah malah dibebaskan dari tugas rentan korupsi, sebagai pemilik proyek, penyedia dan pengelola anggaran. Sebagai regulator dan fasilitator, pemerintah hanya beri izin, bantu struktur pasar, dan jamin sistem perdagangan yang adil. Selanjutnya, sebagai motivator, pemerintah sadarkan dan dorong para petani. Karena, jarak pagar menjanjikan.
Ketika BBM sebagai energi tak terbarukan (non renewable energy) berkurang dan mahal, banyak negara mencari sumber energi alternatif. Selain tebu dan tanaman lain yang bisa diproses menjadi etanol, jarak pagar andal. Bisa dijadikan bahan bakar hayati dengan sumber energi terbarukan (renewable energy) atau energi hijau yang terbarukan (biofuel).
Tanaman ini menarik. Kandungan minyaknya tinggi. Tak berkompetisi untuk pemanfaatan lain, beda dengan kelapa sawit atau tebu. Miliki karakteristik agronomi yang bandel pula: bisa tumbuh di tanah tandus. Maka, tanah tandus bisa selamatkan negeri ini dari masalah BBM. Dari 13 juta ha lahan tandus di seluruh Indonesia, bila ditanami jarak pagar, dapat dihasilkan 400 ribu barel solar per hari. Pemerintah tak perlu pusing utak-atik RAPBN menyusul fluktuasi harga minyak (Investor Daily Online, 17 Agustus 2005).
Jarak pagar bisa mencapai usia 50 tahun. Tahan terhadap kekurangan air.. Pada musim kemarau, daunnya dapat gugur, tetapi akarnya tetap mampu menahan air dan tanah. Karena itulah, tanaman ini disebut juga tanaman pioner, tanaman penahan erosi dan pengurang kecepatan angin. Sudah saatnya, program penghijauan menggunakannya.
Untuk Flores yang sedang arus utamakan kesadaran ekologis, jarak pagar salah satu pilihan investasi yang tepat, ketimbang pertambangan terbuka yang merusak lingkungan. Selain manfaat ekonomisnya, jarak pagar punya manfaat ekologis. Dapat mereklamasi lahan tererosi. Dapat mengurangi pencemaran udara. Kemampuannya menyerap CO2 dari atmosfer cukup tinggi, 1,8 kg/kg bagian kering tanaman. Jarak pagar untuk Flores, kenapa tidak!
“Bentara” FLORES POS, Sabtu 28 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar