Pelantikan Bupati-Wabup Mabar 2010-2015
Oleh Frans Anggal
Mabar punya bupati-wabup baru. Agustinus Ch Dula dan Maximus Gasa alias GUSTI. Dilantik Gubernur NTT Frans Lebu Raya di Labuan Bajo, Senin 30 Agustus 2010. GUSTI kebanjiran ucapan selamat. Umumnya berupa ‘doa’ agar pengabdian mereka selalu di bawah bimbingan Tuhan (Flores Pos 30 Agustus 2010).
Selain diucapi selamat, GUSTI disodori berbagai pendapat, saran, harapan. Semuanya bertolak dari janji kampanyenya, “GUSTI Hadir Membawa Perubahan”. GUSTI sudah hadir. Berkali-kali. Sebagai kandidat. Sebagai yang berkampanye. Sebagai yang terpilih. Sebagai yang menang. Sebagai yang terlantik. Dan, tentu, sebagai yang berpesta.
Berpesta. Karena impian tergapai. Dula-Gasa benar-benar sudah jadi bupati dan wabup Mabar 2010-2015. Semua keraguan selepas penetapan hasil pemilukada, akibat gugatan hukum, telah berlalu. Semua kecemasan, yang terbawa hingga jelang pelantikan, sudah sirna. Dada sesak kini longgar. Pikiran mumet sekarang tenang. Lega. Plong. Semuanya sudah selesai.
Perasaan itu wajar. Namun berhenti hanya pada perasaan lega karena “semuanya sudah selesai” tidaklah cukup. Sebab, perasaan dan semua sifat psikologis bisa berubah dari waktu ke waktu. Yang fluktuatif ini sangat rapuh sebagai titik pijak penunaian tugas besar. Karena itu, lebih daripada sekadar psikologis, “semuanya sudah selesai” perlu diangkat ke tingkat lebih tinggi. Yang tidak fluktuatif tapi konstan. Tingkat etis dan religius.
Bagi Dula-Gasa yang kristiani, “semuanya sudah selesai” kiranya mengarah ke jantung iman. “Semuanya sudah selesai” atau dalam bahasa Latin “Consummatum est” adalah kata-kata terakhir Yesus di atas salib. Selepas kalimat itu, Ia tundukkan kepala dan embuskan napas terakhir.
Memaknai kata-kata ini, komentar D. H. Lawrence bisa menyentakkan kesadaran baru. “Anda mengira bahwa ‘Consummatum est’ berarti ‘Semuanya sudah selesai’. Anda keliru. Ungkapan itu berarti langkah telah diambil. Bangkitlah … marilah kita mengikuti Dia” (Hubert J. Richards, 1989).
Sejalan dengan itu, imam pada akhir perayaan misa (kurban salib) mengucapkan kata-kata yang mirip. “Misa sudah selesai”, atau dalam bahasa Latin “Ite missa est”. Louis Evely (1982) mengingatkan: jika kata-kata ini hanya berarti perayaan bubar dan umat dipersilakan pulang, betapa dangkalnya.
“Misa sudah selesai” berarti ”Pergilah sekarang!” Kalian telah diserahi tugas. Inilah pengutusan Saudara. Pergi, wartakanlah Kabar Gembira. Pergi, bersaksilah tentang kebenaran, keadilan, kedamaian, dan keutuhan ciptaan. Pergi, sejahterahkanlah yang miskin. Pergi, cerdaskanlah yang bodoh. Pergi, pulihkankah yang sakit. Pergi, hijaukanlah yang gersang.
“Itulah pesan terakhir yang dikatakan Gereja kepada kita sesudah kita diutus,” kata Evely. “Bagian akhir dari setiap kurban misa (ini) hendaknya mendorong kita ke dalam dunia, seperti suatu Pentekosta baru.”
Pentekosta baru! Entah kebetulan entah tidak, istilah ini klop dengan janji kampanye Dula-Gasa: “GUSTI Hadir Membawa Perubahan”. Tentu maksudnya: pembaruan. Sebagaimana peristiwa Pentekosta membarui muka bumi, demikian hendaknya pelantikan Dula-Gasa membarui Manggarai Barat. Pelantikan ini harus jadi Pentekosta baru. Kalau tidak, untuk apa GUSTI hadir?
“Bentara” FLORES POS, Selasa 31 Agustus 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar