08 Agustus 2010

Ketika Bulan Puasa Tiba

Anarki demi Puasa Tidak Dapat Dibenarkan

Oleh Frans Anggal

Ketika bulan puasa tiba, kesibukan negara meningkat. Termasuk di bidang kamtibmas. Kerja polisi pun bertambah. Juga di Flores. Di Ende, misalnya, polisi merazia miras pada beberapa titik dalam kota, 3 Agustus 2010. Terjaring 66 botol dan setengah jeriken arak (Flores Pos Jumat 6 Agustus 2010).

Menurut Kabag Ops Jarot Yusviq Andito, dalam rangka menyambut bulan suci Ramadhan, Polres Ende lakukan operasi Cipta Kondisi dan operasi Simpatik. Cipta Kondisi, rahasia. Simpatik, terbuka. Sasaran Cipta Kondisi: penertiban miras, pekerja seks komersial, perjudian, petasan, dan senjata tajam. Sasaran Simpatik: penertiban lalu lintas.

Kita dukung. Kamtibmas, tugas negara. Tugas polisi, sebagai aparatnya. Di bidang keagamaan, ini tugas konstitusional juga. Pasal 28E UUD 1945 menjamin kebebasan setiap orang untuk memeluk agamanya, beribadat menurut agamanya, dan meyakini kepercayaannya. Tugas konstitusional negara di sini menjamin “hak meyakini” agama dan kepercayaan itu. Salah satu bentuk jaminan itu adalah penciptaan kondisi. Karena itulah, setiap jelang hari besar keagamaan, polisi gelar berbagai operasi kamtibmas.

Berbagai operasi itu memberi rasa aman dan nyaman. Tidak hanya bagi umat beragama yang sedang berpuasa, tapi juga bagi semua warga negara. Ini tepat dan sudah seharusnya. Di mata warga negara, kamtibmas itu kebutuhan dan hak. Di mata negara, kamtibmas itu tugas dan kewajiban.

Yang bikin kita khawatir, tugas dan kewajiban negara itu diambil alih warga. Sesama warga mengubrak-abrik tempat hiburan warga lain. Kita makin khawatir, negara cuma menonton. Kita prihatin, pengambialihan sering terjadi justru ketika pelaku sedang diuji pengendalian dirinya dalam masa yang diibadahkan sebagai masa puasa. Kita sedih, kekerasan harus terjadi pada masa seperti ini.

Selain menyalahi hukum---karena hanya negaralah yang berhak untuk itu ---, tindak kekerasan oleh warga terhadap sesama warga atas dasar dan demi keluhuran ibadah puasa, menyalahi prinsip paling hakiki religiositas. Kemurnian spiritual harus otonom, mandiri. Kemurnian spiritual tidak boleh ditentukan oleh perilaku orang lain. Maka, terhadap godaan, sikap paling bijaksana adalah menjadikan godaan itu bagian dari ujian puasa.

Oscar Wilde dalam Picture of Dorian Gray (Ch. 2) memberi ‘pedoman’ yang tidak lazim tapi benar . Dia bilang, The only way to get rid of a temptation is to yield to it. ‘Satu-satunya cara membuang godaan adalah menyerah padanya’. Kalau kita menyerah pada godaan maka godaan tidak ada lagi. Ia tidak lagi berhadapan dengan kita. Tidak lagi menantang kita. Sebab, ia sudah masuk dalam diri kita. Menjadi bagian dari diri kita.

Godaan tidak bisa dihilangkan. Ia selalu ada, di mana pun dan kapan pun. Untuk mengenyahkannya hanya ada satu cara: menyerah padanya! Karena itu, jangan sekali-kali berpikir bisa mengenyahkan godaan. Berpikirlah dan bertekadlah bertahan terhadap godaan. Letak kemenangan bukan pada lenyapnya godaan, tapi pada kebertahanan menghadapi godaan.

Karena itu, tidak hanya menyalahi hukum negara, tindak kekerasan warga melenyapkan ‘aneka bentuk godaan’ sebenarnya menyalahi rasionalitas agama. Atas dasar dan demi keluhuran ibadah puasa sekalipun, tindak kekerasan itu tidak dapat dibenarkan.

Pada titik ini, kita bangga sebagai orang Flores. Di Flores, hal seperti itu tidak terjadi. Flores layak jadi miniatur model bagi Indonesia. Selamat berpuasa!

“Bentara” FLORES POS, Senin 9 Agustus 2010

Tidak ada komentar: