05 Maret 2010

Mun’im Idris Datang Lagi

Kematian Nurdin bin Yusuf di Kabupaten Sikka

Oleh Frans Anggal

Mun’im Idris, ahli forensik dari Universitas Indonesia, datang lagi ke Flores. Kali lalu ia ke Kabupaten Ngada. Mengautopsi jenazah Romo Faustin Sega Pr. Hasil autopsinya: korban meninggal karena kekerasan tumpul. Ia balikkan keterangan kapolres saat itu: korban mati wajar. Masyarakat marah. Penyidikan pun diambil alih Polda NTT. Kapolres diganti. Baru beres. Kini kasusnya disidangkan di PN Bajawa. Dakwaannya: pembunuhan berencana.

Kali ini Mun’im Idris ke Kabupaten Sikka. Mengautopsi jenazah Nurdin bin Yusuf. Menurut polres, korban meninggal karena lakalantas di Wailiti 20 Juni 2009. Keluarga tidak puas. Banyak kejanggalannya. Atas biaya keluarga, Mun’im Idris didatangkan. Kamis 4 Maret 2010, ia lakukan autopsi. Hasilnya: korban meninggal karena kekerasan tumpul di kepala, rahang, dan badan. Sampel rambut, kulit kepala, dan jaringan otak masih akan diteliti di labfor. “Untuk sementara, ada kejanggalan terkait kematian korban,” katanya.

Mari berandai sejenak. Seandaianya keterangan polisi, dalam dua kasus itu, dipercaya begitu saja, apa jadinya? Habislah perkaranya. Romo Faustin mati wajar: habis perkara! Nurdin mati karena lakalantas tunggal: habis perkara! Tidak perlu capek-capek demo. Tidak perlu repot-repot bikin pernyataan pers. Tidak perlu susah-susah datangkan Mun’im Idris.

Untung, lembaga dan keluarga korban tidak gampang percaya pada keterangan polisi yang suka cari gampang. Di satu sisi, kita bangga dengan masyarakat seperti ini. Terhadap kerja dan keterangan polisi, mereka kritis. Mereka meragukannya. Namun mereka tidak berhenti di situ. Keraguan mereka kembangkan menjadi pertanyaan. Dan pertanyaan mereka olah menjadi penyelidikan. Mendatangkan Mun’im Idris, itu bagian dari upaya penyelidikan.

Di sisi lain, kita sedih. Mendatangkan ahli forensik sekaliber Mun’im Idris tidaklah mudah. Banyak keluarga dari korban pembunuhan maunya seperti itu, tapi tidak mampu untuk itu. Betapa mahalnya kebenaran dan keadilan! Kasihan orang-orang kecil , bodoh, lemah, miskin. Mereka jadi korban dari polisi yang tidak bisa dipercaya karena tidak profesional.

Profesionalisme mengandung pengertian kasanggupan orang untuk melayani klien dalam hal-hal yang sangat dibutuhkannya, dengan keadilan sedemikian rupa, sehingga kepentingan klien selalu diutamakan di atas kepentingan dirinya, tanpa mengalahkan nilai luhur yang khas untuk profesinya, jika perlu bahkan nilai profesi itulah yang diutamakan di atas kepentingan klien (Bernard Kieser, 1991).

Karena itulah, misalnya, pengacara tidak boleh membohongi pengadilan demi kepentingan klien. Dokter tidak boleh mengakhiri hidup pasien demi memenuhi permintaannya karena sudah tidak tahan lagi menderita. Sikap etika profesi adalah: mengutamakan kepentingan klien di atas kepentingan profesional, dan mengutamakan nilai-nilai luhur profesi di atas permintaan klien

Skala tertinggi di sini adalah nilai. Dalam praktik, ‘nilai’ (value) sering tergusur oleh ‘harga’ (price). Maka, penegak hukum, termasuk polisi, tidak lagi maju tak gentar membela yang benar (‘nilai’), tapi maju tak gentar membela yang bayar (‘harga’). Ini ejekan bagi hukum dan keadilan. Dan mereka, yang tidak profesional itu, adalah tukang ejek.

Soal tukang ejek, sastrawan Irlandia Oscar Wilde (1854-1900) pernah menyentilnya dalam drama komedi Lady Windemere’s Fan (1892), melalui dialog tokoh Cecil Graham dan Lord Darlington (Act iii). Cecil Graham: “Tukang ejek itu apa sih?” Lord Darlington: “Orang yang tahu harga segala sesuatu, dan tidak tahu nilai segala sesuatu.”

“Bentara” FLORES POS, Sabtu 6 Maret 2010

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Pak Frans Terima kasih
Anda telah memberikan informasi yg baik utk kami yg jauh dari tanah kelahiran.
Kasus Romo Faustin dan Nurdin adalah salah satu contoh kasus yg banyak terjadi di NTT khususnya di Flores
Saya tdk sependapat kalau dua kasus tersebut sebagai tidak profesionalnya polisi dalam hal ini penyidik. yang saya tau utk di Flores belum ada dokter spesial forensi yg ada dokter umum, sehingga visum yg diminta penyidik hanya sekedar keterangan dan pemeriksaanya hanya pemeriksaan luar dan tidak detail seperti yg dilakukan dokter spesial forensik
Trims banyak Tuhan meberkati