Oleh Frans Anggal
Penerimaan tenaga kontrak di kabupaten Nagekeo diprotes Forum Pemuda Peduli Nagekeo dalam aksi unjuk rasa. Mereka menilai proses penerimaan itu tidak transparan. “Banyak orang dari luar Nagekeo tahu ada penerimaan, sementara orang di dalam tidak tahu. Saat putra-putri Nagekeo datang daftar, katanya sudah tutup. Sistem yang dibangun tidak transparan.” Ada indikasi korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam cara penerimaan seperti ini.
Sebagai bentuk kontrol terhadap penyelenggaraan pemerintahan, aksi seperti ini diperlukan meski tidak cukup. Mengapa? Dalam konteks kenegaraan, kita sedang menghadapi fenomena negara yang telah menjadi dirinya sendiri (state of its own), yang seakan tak ada kaitannya lagi dengan kenyataan di masyarakat. Pemerintah begitu kuat dan dominan dengan struktur birokrasi yang tertutup, eksklusif, dan proteksionis. Tidak ada kekuatan alternatif yang mampu mengontrol penyelenggaraan kekuasaan seperti ini.
Di sisi lain, tidak ada produk hukum yang tegas mengatur kewajiban lembaga pemerintah untuk memberi informasi secara transparan. Yang ada hanya pengakuan terhadap hak publik atas informasi. Karena tak ada produk hukum yang memaksa pemerintah bersikap transparan maka masyarakat juga tidak mempunyai kekuatan memaksa. Keadaan ini membuat KKN jalan terus. Rezim yang penuh ketertutupan dan kerahasiaan menjadi ladang luas bagi pejabat publik untuk melakukan korupsi dan malpraktik birokrasi.
Atas dasar itu, meski tetap diperlukan, aksi seperti yang dilakukan Forum Pemuda Peduli Nagekeo belumlah cukup. Aksi perlu dilangkahkan lebih jauh, dengan tuntutan agar Nagekeo memiliki produk hukum yang secara tegas mengatur kewajiban lembaga pemerintah memberikan informasi secara transparan kepada masyarakat. Dalam konteks daerah, produk hukum dimaksud adalah peraturan daerah atau perda, berupa perda transparansi.
Sebagai produk hukum, perda transparansi diharapkan mampu mengubah budaya birokrasi yang tertutup menjadi administrasi publik yang lebih terbuka dan transparan. Inilah salah satu bentuk penerapan nyata dan mendasar dari good governance yang sering didengungkan juga oleh kalangan eksekutif dan legislatif Nagekeo.
Kita berharap perjuangan Forum Pemuda Peduli Nagekeo tidak berhenti pada kasus sesaat penerimaan tenaga kontrak. Kita juga berharap DPRD yang dikabarkan merespon baik tuntutan forum itu tidak berputar-putar hanya pada transparansi penerimaan tenaga kontrak. Angkatlah muka. Pandanglah lebih jauh ke depan. Kasus serupa akan terus berulang selagi Nagekeo belum membuat perda transparansi. Beberapa daerah sudah memiliknya, seperti Solok dan Gorontalo. Bagus, terbukti efektif. Nah, kapan giliran Nagekeo?
"Bentara" FLORES POS, Kamis 27 Maret 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar