Oleh Frans Anggal
Tanggal 21 April selalu diperingati sebagai Hari Kartini. Namun, tahun ini, mungkin tidak intens untuk para pihak yang terlibat dalam kasus PLTU Ropa. Sambil tidak mengecilkan makna sejarahnya, hari itu tahun ini para pihak melangsungkan pembayaran lunas-tuntas ganti rugi tanah PLTU Ropa bagi 11 pemilik tanah. Acara difasilitasi oleh DPRD Ende.
Akankah pembayaran lunas-tuntas terwujud? Belum bisa dipastikan. Yang pasti, apa pun yang terjadi akan membawa dampak besar. Kalau pembayaran ganti rugi itu lunas-tuntas maka proyek PLTU Ropa berjalan dengan aman. De facto, pengerjaan fisik proyek sudah dimulai, namun terbatas hanya di atas tanah milik satu dari 12 orang yang ganti ruginya sudah dibayar lunas. Itu berarti, pengerjaan proyek tidak bisa memasuki lahan 11 orang yang hingga kini hak-haknya belum dipenuhi. Dengan kata lain, proyek akan mandek. Kalau kemandekan ini berlarut-larut hingga melenceng jauh dari jadwal pengerjaan proyek, bukan tidak mungkin hal-hal lebih buruk bahkan sangat fatal akan terjadi.
Kemungkinan pertama, bisa saja PLTU Ropa dibatalkan oleh pemilik proyek. Hal seperti ini bukan sesuatu yang mustahil. Kasusnya sudah terjadi di Kendari dan Pacitan---kampung asalnya Presiden SBY. Proyek dibatalkan dan dipindahkan ke tempat lain, karena masalah tanah. PLTU Ropa bisa bernasib seperti itu.
Kemungkinan kedua, barangkali ini yang belum terbayangkan: bagaimana kalau 11 pemilik tanah kemudian mengambil keputusan baru tidak mau menjual tanahnya karena merasa terombang-ambing dalam penyelesaian kasus yang tidak tuntas-tuntas. Apalagi, berita acara pelepasan hak atas tanah belum mereka tandatangani. Mereka belum terikat secara hukum dan final. Mereka toh tidak merasa rugi. Sebagai petani sederhana, mereka sudah, sedang, dan akan terus hidup dari tanah-tanah itu.
Demi tidak terjadinya kemungkinan fatal seperti itu, kita berharap pembayaran ganti rugi benar-benar lunas-tuntas pada hari yang telah dijanjikan: Senin 21 April 2008. Seperti diagendakan DPRD, hari ini merupakan batas akhir itu. DPRD hendaknya memberikan makna tegas pada kata “batas akhir”. Artinya, kalau pada hari ini tidak terjadi pembayaran lunas-tuntas maka DPRD segera meninggalkan peran fasilitasi ini dan melangkah ke pembentukan pansus seperti yang sudah diisyaratkan. Hitung-hitung, ini pertemuan keempat yang difasilitasi dewan. Apakah DPRD masih harus tunggu lagi pertemuan kelima, keenam, ketujuh, dst?
Sejalan dengan pembentukan pansus, pihak yang merasa dirugikan sudah semestinya memproses hukum kasus ini. Laporkan ke polisi dan KPK. Proses hukum bisa menguakkan yang tersembunyi, menunjukkan yang bersalah, dan menegakkan keadilan.
"Bentara" FLORES POS, Senin 21 April 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar