17 Maret 2009

Badan Usaha Milik Nelayan

Oleh Frans Anggal

Dinas Perikanan dan Kelautan Flotim akhirnya menarik kembali sejumlah kapal dari kelompok nelayan yang tidak mampu memenuhi kewajiban menyetor. Kapal yang ditarik itu diserahkan kepada kelompok lain. Pemerintah mengambil langkah ini karena masih ada sekitar 9 ribu nelayan yang membutuhkan peralatan serupa.

Kelompok nelayan tidak mampu menyetor karena kapalnya tidak beroperasi. Beberapa suku cadang mesin harus diganti. Mereka sedang cari duit untuk membeli suku cadang baru. Sekarang kapal-kapal itu ditarik dan diserahkan kepada kelompok lain. Pertanyaan kita: apakah dijamin, persoalan yang sama tidak bakal berulang pada kelompok lain? Kasus serupa sudah sering terjadi di Indonesia. Sudah saatnya dievaluasi.

Selama ini bantuan permodalan dari pemerintah untuk nelayan bisa dipastikan habis tidak tentu rimbanya. Ada stigma kuat bahwa bantuan modal identik dengan hibah, identik dengan hadiah yang tidak perlu dikembalikan. Akibatnya, mental nelayan tidak terbangun untuk memanfaatkan bantuan seefektif mungkin. Maklum, nelayan adalah kelompok masyarakat pekerja yang secara empiris sangat terampil dalam mengoperasikan kapal dan alat tangkap, tetapi tidak memiliki kemampuan dalam manajemen usaha. Mereka kurang memiliki jiwa kewirausahaan. Alhasil, keinginan pemerintah untuk mendapatkan pengembalian dana dan menggulirkannya kepada calon penerima lain tidak bisa terpenuhi.

Untuk mengatasi hal ini, ada cara lain. Membentuk badan usaha milik nelayan. Bantuan modal dari pemerintah dikelola badan usaha ini, yang terdiri dari manajer profesional yang memahami teknis penangkapan, teknis pengelolaan usaha, teknis pemasaran, teknis pengelolaan SDM, dan teknis pengelolaan perangkat bisnis lainnya.

Sesuai dengan namanya, sahamnya dimiliki oleh nelayan. Semua keuntungan kembali kepada nelayan sebagai pemegang saham. Dengan demikian nelayan tidak lagi termarjinalkan, karena dia akan menikmati hasil kerjanya secara maksimal, tanpa harus pusing mengembalikan hutang kepada pemerintah. Pemerintah juga tidak perlu lagi repot dan khawatir dengan program penguatan modal. Dana APBN atau APBD untuk bantuan penguatan modal tinggal diserahkan pengelolaannya kepada badan usaha ini, MOU ditandatangani, dan selanjutnya pemerintah tinggal menjalankan fungsi monitoring saja.

Keunggulan badan usaha milik nelayan adalah kemampuannya menggabungkan faktor-faktor yang selama ini dianggap merupakan titik lemah kegiatan penguatan modal bagi nelayan, yaitu manajemen usaha penangkapan, kontinuitas pendampingan, penggunaan dana, serta kesinambungan perguliran.

Nah, kapan Pemkab Flotim selangkah lebih maju seperti ini?

"Bentara" FLORES POS, Selasa 13 Mei 2008

Tidak ada komentar: