17 Maret 2009

Bandara Frans Sales Lega

Oleh Frans Anggal

Bandara Satar Tacik Ruteng, Kabupaten Manggarai, berganti nama menjadi Bandara Frans Sales Lega. Pergantian nama ini dikukuhkan dengan SK Menteri Perhubungan tanggal 4 April 2008. Pada butir pertimbangan surat tersebut dinyatakan, Frans Sales Lega adalah tokoh perintis pembangunan di Manggarai, khususnya dalam memprakarsai pembangunan Bandara Satar Tacik Ruteng. Untuk menghargai dan mengenang jasanya, nama Frans Sales Lega diabadikan menjadi nama bandara itu.

Penggantian nama ini tidak terjadi dadakan. Inisiatif lahir dari Bupati Gaspar Parang Ehok era 1990-an saat menyambut jenazah Pak Lega di Bandara Satar Tacik yang saat itu diterbangan dari Kupang. RSPD Manggarai menyiarkannya secara langsung. Suara Ehok terdengar lantang bersaksi tentang siapa itu Lega. Ia pun mengusulkan nama Satar Tacik diganti dengan nama Frans Sales Lega.

Frans Sales Lega adalah bupati kedua, menggantikan Charolus Hambur. Lega memiliki keberanian luar biasa melakukan terobosan pembangunan. Menurut katanya sendiri, ia hanya takut pada Tuhan dan petir. Isolasi darat Kabupaten Manggarai ia buka, tanpa dana dari pusat. Ia bukan bupati DAU atau bupati DAK seperti bupati-bupati sesudahnya. Kalau pemerintah sekarang cuma omong “membangun dari apa yang ada dan apa yang dimiliki rakyat”, Lega sudah melakukannya dengan sungguh tanpa merumuskannya dalam keindahan sebuah slogan. Ia berani dan mampu menggerakkan swadaya masyarakat dan membangkitkan semangat gotong royong. Bandara Satar Tacik merupakan salah satu bukti kepiawaian itu.

Harapan Ehok, yang kala dilontarkan saat itu menjadi harapan masyarakat Manggarai pula, kini terpenuhi sudah. Nama Satar Tacik akhirnya diganti dengan nama Frans Sales Lega. Sebentar lagi, penggantian nama itu akan ditandai dengan dan dirayakan dalam sebuah acara resmi.

Kita berharap, penggantian nama ini tidak sekadar penggantian deretan huruf yang mati pada sebuah papan nama. Menghargai dan mengenang jasa Pak Lega, dengan mengabadikan namanya pada sebuah bandara, kiranya berarti pula melanjutkan semangat kepemimpinannya yang mampu menggerakkan swadaya masyarakat dan membangkitkan semangat gotong royong. Tak bisa dinafikan, gotong royong atau dodo dalam bahasa Manggarai merupakan bagian dari sejarah pembangunan yang terbukti sukses. Karena itu, jangan lupakan sejarah.

Pesan ini kita titipkan pada siapa pun yang memimpin Manggarai. Kini, Bupati Chris Rotok dan Wabup Kamelus Deno. Mereka kepala daerah keenam. Mereka mesti belajar dari sejarah, belajar dari para pendahulu, agar tidak menjadi noktah hitam sejarah.

"Bentara" FLORES POS, Sabtu 3 Mei 2008

Tidak ada komentar: