17 Maret 2009

BBM: Benar-Benar Mabuk

Oleh Frans Anggal

Pemerintah mengisyaratkan akan menaikkan harga BBM sekitar 30 persen. Langkah ini diambil untuk menyelamatkan APBN 2008 menyusul harga minyak dunia yang menebus 120 dolar AS per barel.

Pada kebijakan sebelumnya, pemerintah memberikan kompensasi kenaikan harga BBM berupa bantuan langsung tunai (BLT). Kini muncul usulan agar kompensasinya berupa program padat karya, khususnya di bidang pertanian yang bisa menyerap banyak tenaga kerja dan meningkatkan produksi pangan. Rakyat tidak boleh disuapi ala BLT. Ibaratnya, jangan lagi beri ikan, tapi berilah kail lalu ajak rakyat mengail di kolam yang banyak ikannya.

Serasional apa pun alasan dan sebijaksana apa pun bentuk kompensasi, menaikkan harga BBM tidaklah populer di mata rakyat. Kenaikan harga BBM langsung berdampak pada kenaikan harga kebutuhan pokok. BBM sangat besar pengaruhnya terhadap peningkatan kemiskinan. Menurut penelitian Reforminer Institute, menaikkan harga BBM hingga 30 persen akan menyebabkan pertumbuhan kemiskinan 8,55 persen per tahun. Pengangguran bisa 24 kali pengangguran saat ini.

Dampak buruk kenaikan harga BBM terhadap rakyat sudah pasti. Dampak buruk ini berdampak pula terhadap SBY-JK. Apalagi bila kita menyimak hasil survei Lembaga Survei Indonesia pada Februari lalu tentang kecenderungan sentimen ekonomi-politik 2008. Bagaimana nasib SBY-JK menurut survei itu?

Nasib politik SBY sebagian ditentukan oleh kondisi ekonomi nasional, terutama berkaitan dengan kemampuannya mengatasi masalah harga-harga kebutuhan pokok. Sangat sedikit warga yang merasa kondisi ekonomi nasional membaik. Juga sangat besar dari warga yang merasakan semakin berat memenuhi kebutuhan pokok mereka. Bila keadaan ekonomi memburuk dalam satu setengah tahun ke depan, dan muncul tokoh alternatif di luar Megawati, kemungkinan SBY gagal dalam pemilu 2009. Jusuf Kalla sebagai pemimpin partai besar juga bermasalah dalam sikap elektoral warga.

Yang menarik adalah Sri Sultan Hamengkubuwono X. Di luar SBY dan Megawati, ia adalah tokoh yang mendapat sentimen elektoral (akan dipilih) cukup lumayan, dan kecenderungannya menguat dalam 3 tahun terakhir meskipun masih jauh di bawah SBY dan Mega. Angka 7% bagi Sultan mengingatkan angka yang kurang lebih sama pada SBY sekitar satu tahun menjelang pemilihan presiden. Bila SBY gagal dalam mendongkrak pertumbuhan ekonomi, dalam menekan tingkat pengangguran dan angka kemiskinan, dan bila ada “momentum politik” tertentu, Sultan mungkin menjadi figur potensial menang dalam pemilu 2009.

Dilematis. BBM naik, APBN selamat, rakyat sengsara, pemimpin terancam. BBM selalu bikin kita jadi ‘BBM’ (benar-benar mabuk).

"Bentara" FLORES POS, Sabtu 10 Mei 2008

Tidak ada komentar: