18 Maret 2009

Bisakah Seperti Venezuela?

Oleh Frans Anggal

Dalam demo menolak kenaikan harga BBM, mahasiswa Barisan Muda Bersatu bentrok fisik dengan polisi di depan gedung DPRD Manggarai di Ruteng. Yang menarik dari aksi ini bukan kericuhannya tapi pernyataan sikap mereka.

Para mahasiswa antara lain mendesak penyelenggara negara menasionalisasikan aset-aset strategis negara; mengambil alih industri minyak dan gas yang hampir seluruhnya dikuasasi oleh pihak asing; menutaskan kasus Pertamina; dan membangun kemandirian bangsa.

Tuntutan ini masuk akal jika dilihat dari logika sesat pemerintah: logika memotong subsidi BBM dengan dalih kenaikan harga minyak dunia. Sebab, selama ini Indonesia dikenal sebagai negara kaya sumber daya alam, termasuk minyak bumi dan gas (migas). Namun hak eksploitasinya dikuasai perusahaan asing seperti Exxon, Newmont, Freeport, dsb. Bagi hasil keuntungan eksploatasi migas pun lebih banyak menguntungkan perusahaan asing dan para pejabat yang mendapat ‘upeti’ ekonomi. Bahkan disinyalir, dana bagi hasil migas yang masuk legal menjadi dana APBN hanya 20 persen. Artinya, produksi migas di Indonesia lebih banyak lari ke luar negeri.

Pertamina sendiri selama puluhan tahun gagal menjadi perusahaan minyak yang mampu mengolah minyak. Fungsinya hanya mengeksploitasi, menjual minyak mentah, dan membeli BBM dari luar negeri.

Dari sisi tilik ini, tuntutan mahasiswa Barisan Muda Bersatu sangat masuk akal. Yang mereka inginkan adalah langkah radikal. Dan itu hanya mungkin dilakukan pemimpin revolusioner. Indonesia membutuhkan pemimpin seperti ini, seperti presiden Hugo Chaves di Venezuela dan Evo Morales di Bolivia. Dua presiden dari negara Amerika Latin ini berani menasionalisasi sumber migas, sehingga produksi migas dikuasai oleh negara dan bisa dipergunakan bagi program pemenuhan hak dasar masyarakat. Venezuela bahkan menjadi salah satu negara penghasil migas yang tidak tergantung pada harga minyak dunia yang dikendalikan oleh kepentingan negara maju dan korporasi global.

Dengan langkah radikal dan revolusioner presidennya, Venezuela bisa menggaji ibu rumah tangga, menggratiskan pendidikan dan kesehatan, membagi susu dan beras gratis untuk penduduk miskin. Seorang dokter harus bertanggung jawab pada puluhan keluarga miskin. Rakyat benar-benar diurus dan mereka yang miskin mendapat prioritas pelayanan. Presidennya hidup sederhana, dan tidak pernah merasa gentar dengan Amerika Serikat.

Venezuela sukses melahirkan seorang presiden radikal dan revolusioner. Presiden yang tidak hanya memenangkan pemilu, tapi juga memenuhi harapan rakyat kecil. Bisakah Indonesia seperti itu?

"Bentara" FLORES POS, Jumat 23 Mei 2008

Tidak ada komentar: