18 Maret 2009

Ketika TV Jadi Candu

Oleh Frans Anggal

Delapan desa di Kabupaten Flotim mendapat bantuan buku dari Perpustakaan Daerah. Total 1.145 buah, terdiri atas 557 judul. Tujuan bantunan adalah untuk meningkatkan sumber daya manusia masyarakat desa melalui budaya membaca.

Tujuan luhur. Namun, pencapaiannya sangat bergantung dari seberapa besar minat baca masyarakat dan sejauh mana upaya meningkatkan minat baca mereka. Tanpa minat baca, buku hanya akan menjadi pajangan berdebu di rak perpustakaan desa.

Jangankan di desa, di ibu kota kabupaten pun perpustakaan daerah sepi pengunjung. Pelajar sekolah dasar, sekolah lanjutan, dan mahasiswa baru akan datang kalau ada tugas sekolah. Jarang mereka mengisi waktu luang dengan membaca. Lebih banyak mereka gunakan untuk menonton televisi, terutama malam hari.

Televisi telah menjadi media yang paling luas dikonsumsi masyarakat. Media ini mendapat tempat ‘terhormat’ karena sifatnya yang audio-visual, mirip dengan budaya lisan. Di tengah masyarakat yang budaya lisannya masih sangat kuat dan minat bacanya rendah, televisi menjadi media yang paling digemari. Tidak sedikit masyarakat yang tidak bisa tenang kalau tidak menonton. Televisi telah menjadi candu favorit.

Ketergantungan ini semakin besar karena media televisi juga berjuang agar masyarakat tergantung padanya. Acara dikemas sekian menarik sehingga pemirsa tidak rela mematikan televisinya. Pemirsa dibikin betah dengan acara yang didominasi oleh sinetron, musik, kuis, dan infotaiment. Sebaliknya, program-program pendidikan mendapat porsi tayangan yang sangat kecil. Malahan, pada hampir setiap program, aspek-aspek pendidikan sudah sangat kurang, bahkan tidak ditonjolkan sama sekali.

Kemasan acara seperti ini membawa pengaruh psikologis yang negatif dalam mengubah watak dan mental masyarakat, terutama anak-anak. Masyarakat menjadi bodoh, tidak kritis, materialistis, konsumeristis, pemimpi, terlena, pelupa, pemistik, dan skeptis. Televisi telah menjadi teror.

Langkah Pemkab Flotim memberikan bantuan buku bagi delapan desa justru terjadi dalam kondisi seperti ini. Tantangannya: bagaimana buku bisa menggeser televisi? Bagaimana minat baca bisa mengalahkan minat nonton? Hambatan budaya baca sulit diatasi karena budaya lisan yang masih kuat dihidupi masyarakat kita mendapat tempat pengawetan dalam media audio-visual televisi.

Kita mendukung langkah Pemkab Flotim menumbuhkan minat baca masyarakat. Tentu tidak hanya dengan mengirimkan buku yang kemudian menjadi pajangan di rak. Mesti ada langkah pendidikan, menyadarkan masyarakat. Tidak hanya tentang pentingnya membaca, tapi juga tentang bahaya kecanduan televisi.

"Bentara" FLORES POS, Sabtu 17 Mei 2008

Tidak ada komentar: