20 Maret 2009

Terpilih, Buktikan!

Oleh Frans Anggal

Cagub NTT Gaspar Parang Ehok mengatakan Lembata memiliki potensi di bidang kelautan, pertanian, dan pariwisata. Seharusnya potensi ini mendapat prioritas. Soal rencana tambang emas yang kontroversial, Ehok belum melakukan kajian, namun yang paling penting, kata dia, suara rakyat harus didengar.

Pernyataan Ehok melawan kecenderungan umum. Negara di dunia lebih pro-pasar (pro-investor) ketimbang pro-rakyat. Termasuk Indonesia. Tak terkecuali di Lembata. Dalam pro-kontra rencana tambang emas, bupati dan DPRD pro-investor, tidak pro-rakyat.

Sejak akhir abad 18, sejalan dengan perubahan negara-negara di dunia menuju negara demokrasi, rakyat ikut berpindah dari dominasi penguasa dan agama menuju dominasi pemilik modal. Alhasil, negara demokrasi selalu didominasi para pemodal. Semakin lama, negara-negara demokrasi semakin tunduk pada pemilik modal.

Di AS, awalnya Presiden AS Abraham Lincoln (1860-1865) mengatakan demokrasi adalah “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Namun, hanya sebelas tahun setelah Lincoln meninggal, Presiden Rutherford B. Hayes mengatakan kondisi di AS adalah “dari perusahaan, oleh perusahaan, dan untuk perusahaan”.

Saat ini kekuasaan pemilik modal tidak hanya semakin kuat, tapi juga lintas negara. Herzt mengatakan dari 100 pemegang kekayaan terbesar di dunia, 49 adalah negara, 51-nya korporasi. Korporasi telah mempunyai kekuatan melebihi negara. Peta dunia seharusnya diubah, bukan hanya memuat peta negara, tapi juga peta korporasi.

Pengalaman Indonesia sendiri. Dulu hanya menyerahkan perkebunan kepada satu korporasi yang bernama VOC (yang juga sebesar negara). Sekarang negeri ini telah menyerahkan pertambangan dan perminyakannya pada beberapa “VOC baru”. Rakyat pun harus membeli berbagai kebutuhannya pada mereka dengan harga tinggi.

Di Lembata, hal yang sama mulai membayang saat investor tambang emas ingin datang. Bupati dan DPRD lebih pro-investor ketimbang pro-rakyat yang akan menjadi korban tambang. Di tengah kontrversi ini, cagub NTT Gaspar Parang Ehok juga datang, berkampanye, dan membawa sikap: suara rakyat harus didengar. Harus pro-rakyat.

Idealnya begitu. Kenyataannya, sulit. Banyak pemimpin eksekutif pemerintahan tidak berbuat banyak untuk rakyat, bahkan sering menyengsarakan rakyat. Praktik yang lazim: tiga tahun pertama sibuk mengembalikan utang atas modal kampanye; dua tahun terakhir sibuk mempersiapkan pemilu. Selama 5 tahun pemerintahannya harus membuat kebijakan-kebijakan pro-pasar, pro-pemilik modal, karena keberhasilannya terpilih tak lepas dari peran serta mereka.

Ehok mau melawan kecenderungan itu. Kalau terpilih, buktikan!

"Bentara" FLORES POS, Senin 9 Juni 2008

Tidak ada komentar: