21 Februari 2009

Agama Menyucikan Politik

Oleh Frans Anggal

Agama akan mengembalikan politik ke dimensi kemanusiaannya, sebuah aktivitas politik yang memberikan penghargaan pada harkat dan martabat kemanusiaan. Karena kekuasaan politik dalam perspektif agama bersumber dari Allah. Kekuatan spiritual dari agama akan mengoreksi politik yang diselewengkan karena kepentingan diri dan kelompok ke politik yang diabdikan pada kesejahteraan dan kebaikan umum. Demikian salah satu benang merah dari diskusi bulanan Dian/Flores Pos, Sabu 15 Desember 2007. Agama akan tetap menjadi kekuatan moral politik.

Yang disimpulkan itu adalah sesuatu yang diidealkan. Dalam praktiknya tidaklah mudah. Karena itu, ini merupakan sebuah tugas besar dalam konteks Indonesia yang “abu-abu”, yang bukan negara sekular dan bukan pula negara agama. Kenyataan sesungguhnya Indonesia yang abu-abu ini merupakan negara sekular, hanya saja ada interaksi antara negara dan organisasi-organisasi keagamaan di mana agama tetap didorong memainkan peran penting dalam mempengaruhi kebijakan publik. Agama diidealkan menjadi kekuatan moral politik.

Pertanyaan yang menjadi tantangan kita: mungkinkah idealisme keagamaan itu meresapi moralitas politik, sehingga kesejahteraan, kebahagiaan, perdamaian, dan keadilan yang menjadi cita-cita tiap agama dapat terwujud melalui dan dalam perjuangan kekuasaan yang berpihak pada rakyat? Bila partai politik yang berbendera dan bernapaskan keagamaan pun tidak luput dari permusuhan, kebohongan, keculasan, dan kepentingan fana-duniawi, bagaimana mungkin dunia politik bisa tercerahi nilai keagamaan?

Pertanyaan ini semakin relevan untuk diajukan tatkala kita bertemu dengan semakin tipisnya sentuhan dan nuansa agama dalam dunia politik. Bahkan, sebagian menyakini bahwa hancurnya etika dan moral politisi di negara ini dikarenakan oleh terputusnya hubungan antara agama dan politik. Padahal, politik dan agama justru memiliki hubungan integral atau setidaknya memiliki simbiosis yang tidak pernah terpisahkan. Dalam diskusi Dian/Flores Pos dirumuskan, agama dan politik tidak saling mensubordinasikan. Keduanya saling mengisi demi penyejahteraan kehidupan bersama.

Dalam hubunguan simbiosis ini, agama diharapkan menyucikan politik. Tapi, mungkinkah kesucian politik dikembangkan para politisi dan pemegang kekuasaan negeri ini? Jawabannya: sangatlah mungkin dan tidak mustahil. Kesucian politik akan hadir bila para politisi dan penguasa negeri ini dirasuki roh kejujuran, ketulusan, dan pengorbanan. Untuk itu para politisi dan penguasa mesti menanggalkan egoisme pribadi dan kelompoknya, dan menjadikan kepentingan rakyat sebagai orientasi perjuangan. Inilah tugas agama.

"Bentara" FLORES POS, Selasa 18 Desember 2007

Tidak ada komentar: