09 Februari 2009

Kalau Rakyat Mogok Bayar Pajak?

Oleh Frans Anggal

Hasil rapat pimpinan DPRD se-Indonesia memutuskan PP 37/2006 tetap dijalankan karena PP itu produk hukum pemerintah yang sah. DPRD NTT bahkan telah menetapkan perda untuk memberlakukan plafon tertinggi dengan alasan NTT provinsi kepalaun yang membutuhkan dana besar untuk kegiatan operasional dan komunikasi dewan.

Keputusan ini sangat jauh dari harapan masyarakat. Keputusan ini tidak hanya terlalu legalistis karena hanya mengukuhkan PP 37/2006 yang tidak memiliki kepekaan sosial, tetapi juga menafikan semua penolakan masyarakat selama ini.

Ini amat menyakitkan rakyat. Pejabat negara berpesta di tengah rasa sakit, perih, dan derita rakyat. Ketika kinerja wakil rakyat buruk dan integritas moral mereka dipertanyakan, di sisi lain mayoritas rakyat hidup miskin, kebijakan memperkaya diri ini amat memperbesar pesimisme akan masa depan negeri ini.

Meski akan dijabarkan dalam Peraturan Mendagri berupa pengelompokan besaran gaji anggota DPRD berdasar kemampuan daerah, tetap saja ada celah bagi upaya memperkaya diri. Lihat saja apa yang dilakukan DPRD NTT. Mereka menetapkan plafon tertinggi dengan dalih geografi NTT sulit bagi kegiatan operasional dan komunikasi dewan. Mereka tidak peka dengan kemiskinan NTT. Yang mereka pikirkan hanya bagaimana agar kegiatan operasional dan komunikasinya bisa jalan dengan baik.

Menjadi pertanyaan kita: apakah manfaatnya bagi rakyat dengan adanya tunjangan komunikasi dewan? Bukankah komunikasi dengan konstituen pada dasarnya merupakan ajang mengelola dan mempertahankan kekuasaan diri? Bukankah selama ini ada wakil rakyat yang hanya memikirkan pengelolaan kekuasaan diri dalam melakukan komunikasi dengan rakyat? Dengan kata lain, komunikasi itu tidak didasari pada kepentingan menyerap aspirasi rakyat.

Rakyat kini terbebani keharusan mengongkosi anggota DPRD dalam upaya mereka mempertahankan kekuasaan. Dengan PP 37/2006, rakyat melalui pajak dan berbagai pungutan harus memberi upeti kepada wakilnya yang sedang mempertahankan kekuasaan.

Kondisi ini amat tidak adil. Di tengah kenyataan para wakil rakyat tidak pernah memikirkan dan membela rakyat, "ongkos" yang harus dibayar rakyat kepada anggota DPRD adalah suatu pemerasan sistemik dan tak pernah memberi manfaat sama sekali.

PP 37/2006 harus dicabut. Penghasilan yang diraih daerah harus dikembalikan kepada rakyat dalam bentuk berbagai pembangunan. Sedangkan penghasilan para pengelola negara, termasuk wakil rakyat, biarkan secara alami mengikuti kemampuan daerah itu sendiri.

Bila PP ini tak dicabut, jangan aget kalau nanti rakyat mogok bayar pajak.

“Bentara” FLORES POS, Sabtu 27 Januari 2007

Tidak ada komentar: