Oleh Frans Anggal
Tim Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD) memastikan Manggarai Timur jadi kabupaten. “Saya pastikan pembentukan Kabupaten Manggarai Timur,” kata ketua tim Ujang Sudirman di Borong. Kata-katanya disambut tepuk tangan masyarakat. Reaksi yang wajar.
Kita ikut bergembira dengan kelahiran daerah baru, Nagekeo dan Manggari Timur. Yang menjadi pertanyaan, apa sebenarnya isi dari kegembiraan itu. Kita pantas khawatir, jangan-jangan kebanyakan masyarakat salah kaprah dengan beranggap pemekaran otomatis membuat kehidupan mereka lebih sejahtera. Anggapan inilah yang selalu ditanamkan para politisi. Bahwa dengan pemekaran maka layanan publik menjadi lebih mudah, murah, dan cepat.
Apakah benar demikian? Tengoklah Lembata dan Manggarai Barat. Apakah masyaratnya lebih sejahtera? Sebuah kajian Bank Dunia tahun lalu mengingatkan, pemekaran wilayah cenderung menumbuhkan kerajaan kecil (little kingdom syndrome). Sudah jamak bahwa watak khas setiap pemerintahan baru adalah condong lebih menaruh perhatian pada pembagian otoritas atas sektor-sektor tertentu (obligatory sectors) yang berurusan dengan proyek ketimbang fungsi layanan (obligatory function) seperti kesehatan dan pendidikan.
Kalau pembentukan Negekeo dan Manggarai Timur hanya akan melahirkan banyak raja kecil, orang kaya baru, betapa perjuangannya sia-sia. Kalau pembentukan Nagekeo dan Manggarai Timur hanya memperlebar peluang pejabat mementingkan pembelian mobil baru daripada meningkatkan kesejahteraan rakyat, betapa perjuangannya hampa manfaat. Kalau pembentukan Nagekeo dan Manggarai Timur hanya melahirkan banyak koruptor baru, betapa semua janji muluk politis cuma jadi kebohongan.
Kita mendukung pembentukan Nagekeo, Manggarai Timur, dan lain-lain yang mungkin menyusul. Namun tidak dengan anggapan konyol bahwa pemekaran otomatis membuat rakyat lebih sejahtera. Kita pantas mewanti-wanti, pemekaran wilayah bisa membuka peluang bagi pemekaran korupsi. Daerah baru melahirkan koruptor baru. Telah banyak daerah pemekaran memperlihatkan hasil seperti ini.
Di sisi lain, ada juga satu dua daerah yang memperlihatkan hasil yang baik. Solok di Sumatera Barat, misalnya, relatif maju, pelayanan dasar dipenuhi segera, korupsi rendah karena masyarakat aktif mengontrol pejabat. Contoh lain dengan model layanan terbaik adalah Gianyar, Sragen, dengan model one stop service untuk menghindari pungli dan korupsi.
Sayang, di NTT belum ada contoh yang bagus. Lembata dan Manggarai Barat bukan contoh yang baik. Apakah nanti daftarnya ditambah lagi dengan Nagekeo dan Manggarai Timur?
“Bentara” FLORES POS, Selasa 23 Januari 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar