Oleh Frans Anggal
Rumah potong hewan (RPH) di Nanganesa-Ende yang tidak digunakan selama dua tahun akhirnya diresmikan pemakaiannya. Bupati Ende Paulinus Domi meminta para penjagal mengikuti semua ketentuan yang berlaku demi terjaminnya pangan asal hewan yang aman-sehat-utuh-halal (ASUH).
Permintaan Bupati Domi sangat beralasan karena sisi ASUH ini berdampak sangat serius. Daging yang tidak sehat akan membayakan kesehatan konsumen. Demikian pula daging yang tidak halal akan meresahkan penganut agama tertentu.
Demi terjaminnya sisi ASUH, imbauan yang ditujukan kepada para penjagal sangatlah tepat, namun belumlah cukup. Hanya mengharapkan ketaatan penjagal mengandaikan semua penjagal sudah tahu aturan dan mau melaksanakannya. Justru di sini persoalannya. Ada penjagal yang tidak tahu kententuan yang berlaku. Ada pula yang tahu tetapi dengan sengaja melanggarnya demi meraup keuntungan berlimpah. Memalsukan daging, mencampur daging halal dengan yang tidak halal, serta menggunakan pengawet terlarang adalah beberapa contoh tindakan yang sering lahir dari hasrat ingin mencari untung berlipat-lipat. Kemungkinan seperti ini mesti dicegah. Caranya adalah dengan melakukan pengawasan yang ketat mulai dari RPH itu sendiri.
Menurut kekentuan umum yang berlaku, kewenangan pengawasan RPH berada di tangan Sub-Dinas Bina Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner, khususnya Seksi Kesehatan Masyarakat Veteriner. Seksi ini mempunyai tugas menyiapkan bahan pembinaan dan petunjuk teknis pelaksanaan terhadap norma dan standar teknis serta sistem dan prosedur pengawasan produk pangan asal hewan, serta hiegene, sanitasi dan kesejahteraan hewan, kebijakan kesehatan masyarakat veteriner, serta melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan kesehatan masyarakat veteriner.
Kita yakin, bila pengawasan berjalan dengan baik dan didukung sikap dan tingkahlaku penjagal yang taat ketentuan maka RPH benar-benar akan menjadi salah satu pilar yang menjamin kesehatan dan kesejahtaraan lahir batin masyarakat karena dari sana keluar pangan asal hewan yang aman-sehat-utuh-halal untuk selanjutnya dibawa ke tempat penjualan daging (TPD). TPD pun harus diawasi agar bebas dari penyusupan daging hewan yang dipotong secara liar.
Kita berharap instansi yang bertanggung jawab tidak merasa semuanya sudah beres hanya dengan diresmikannya penggunaan RPH. Peresmian hendaknya dipandang sebagai awal dari tugas pengawasan yang sesungguhnya, yang selama ini dirasakan sangat kendur akibat tidak adanya RPH. Dalam serbaketerbatasan fasilitas, pengawasan ketat tetap harus sudah dimulai.
“Bentara” FLORES POS, Kamis 9 Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar