Oleh Frans Anggal
Di Kabupaten Sikka, satu pasien gizi buruk meninggal, tiga dirawat. Semuanya berusia satu tahun lebih. Menurut dinas kesehatan setempat, jumlah penderita kurang gizi di Sikka hingga Mei 2006 sebanyak 7.456 orang, tediri atas gizi buruk 456 dan gizi kurang 7.000 orang.
Kasus di Sikka menunjukkan masalah gizi masyarakat kita masih sangat rawan. Secara nasional, pada tahun 2003 terdapat 27,5% balita menderita gizi kurang. NTT sendiri berada dalam ‘sepuluh besar’ provinsi dengan status gizi buruk sangat tinggi.
Kondisi ini sangat memprihatinkan karena masalah gizi buruk berdimensi sangat luas, baik dari konsekuensinya terhadap penurunan kualitas sumber daya manusia maupun faktor penyebab. Gizi buruk secara langsung maupun tidak langsung akan menurunkan kecerdasan anak, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan, serta menurunkan produktivitas. Dari aspek penyebab, gizi buruk sangat terkait dengan kondisi daya beli keluarga, tingkat pendidikan dan pola asuhan gizi keluarga serta keadaan kesehatan.
Berbagai penelitian membuktikan lebih dari separo kematian bayi dan balita disebabkan oleh keadaan gizi yang jelek. Risiko meninggal dari anak yang bergizi buruk 13 kali lebih besar dibandingkan anak yang normal. WHO memperkirakan 54% penyebab kematian bayi dan balita didasari oleh keadaan gizi anak yang jelek.
Di Indonesia dan beberapa negara terlihat adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok masalah gizi buruk. Proporsi anak yang gizi kurang dan gizi buruk berbanding terbalik dengan pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentase anak yang kekurangan gizi.
Kendati demikian, mencegah gizi buruk tidak harus menunggu berhasilnya pembangunan ekonomi sampai masalah kemiskinan dituntaskan. Pembangunan ekonomi rakyat dan penanggulangan kemiskinan memang memakan waktu lama. Namun program perbaikan gizi dapat dilakukan tanpa harus menunggu rakyat menjadi makmur. Perbaikan gizi mesti menjadi bagian yang eksplisit dari program pembangunan untuk memakmurkan rakyat.
Yang mendesak dibutuhkan saat ini adalah tindakan nyata dan terencana dengan anggaran yang tentu harus memadai. Posyandu dan puskesmas perlu direvitalisasi. Pelayanan gizi dan kesehatan secara langsung kepada balita perlu digencarkan. Promosi keluarga sadar gizi perlu ditingkatkan. Demikian pula pemberdayaan keluarga, advokasi dan pendampingan, serta revitalisasi sistem kewaspadaan pangan dan gizi.
Struktur, sistem, mekanisme, dan anggaran telah kita punyai. Tinggal kerja keras, itu yang masih kurang.
“Bentara” FLORES POS, Kamis 24 Mei 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar