11 Februari 2009

Tantangan bagi Gereja

Oleh Frans Anggal

Tindak kekerasan oleh anak terhadap teman sekolahnya terjadi di SDN Contoh Maumere. Korban dikeroyok oleh adik kelasnya hingga mengeluarkan kencing darah. Kasus ini sedang dalam pengananan polisi dan pendampingan Tim Relawan untuk Kemanusiaan Flores (TRUK-F).

Terlibatnya anak-anak dalam tindak kekerasan menunjukkan betapa kekerasan semakin membudaya. Pembiakannya dimungkinkan oleh kehidupan keluarga, sekolah, kebiasaan lingkungan, dan kebijakan negara.

Keluarga merupakan lembaga sosial yang mendasar dan kuat dalam pembentukan nilai seseorang. Kebiasaan anggota keluarga yang lebih tua, terutama orangtua, sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai yang dimiliki anak. Pertama-tama anak-anak akan melakukan peniruan atau imitasi terhadap perilaku orang lain, terutama orang terdekatnya.

Dalam pendidikan formal banyak pula terjadi kekerasan terhadap anak baik oleh orang dewasa maupun oleh anak-anak. Contohnya di SDN Contoh Maumere itu. Contoh lain yang mendapatkan perhatian luas adalah kematian anak karena ditimpa teman mainnya dengan meniru adegan smack-down. Apa kaitannya kejadian kekerasan antar anak-anak dan sekolah formal, mungkin karena dalam sekolah formal tidak ada pengetahuan keterampilan yang memadai untuk menghentikan perilaku kekerasan. Sering kekerasan dibiarkan saja terjadi, sehingga lama-kelamaan kekerasan bukan lagi hal asing, bahkan dalam tingkat tertentu menjadi bagian dari budaya atau cara lembaga pendidikan berbicara mengenai pendidikannya.

Selain itu, lingkungan masyarakat yang tidak aman turut memberikan andil buruk, misalnya di daerah-daerah padat penduduk atau paling jelas di terminal. Terminal-terminal angkutan umum sepertinya tidak menyediakan rasa aman buat kita yang mendatanginya.

Negara juga tidak berbuat banyak agar rasa aman ini dimiliki oleh masyarakat yang berhak mengaksesnya. Simak misalnya pemberlakuan perda syari’at yang memicu banyaknya kejadian salah tangkap, yang sering memakan korban perempuan yang sehari-hari harus keluar malam untuk bekerja atau bepergian seperti yang dialami seorang warga di Tangerang beberapa waktu lalu.

Kalau kita melihat pola pendidikan yang mempengaruhi perilaku kekerasan di masyarakat, kita tidak dapat meninggalkan institusi keluarga tempat anak-anak berasal dan dibina. Oleh karena itu peran keluarga dalam pendidikan moral anggotanya sangatlah besar. Lembaga agama memiliki peran besar di sini. Berbeda dengan negara, lembaga agama dapat masuk ke wilayah pribadi dan keluarga jauh lebih dalam. Dalam konteks Flores-Lembata yang mayoritas Katolik, peran Gereja menjadi penting. Ini tantangan.

"Bentara" FLORES POS, Jumat 3 Agustus 2007

Tidak ada komentar: