Oleh Frans Anggal
Pekan terakhir, Flores Pos memberitakan beberapa kabupaten di Flores terancam gagal tanam dan gagal panen. Penyebab utamanya musim kering berkepanjangan, selain serangan organisme pengganggu tanaman (OTP). Kawasan Flores-Lembata, dengan kekecualian Ruteng yang curah hujannya cukup tinggi, selalu dilanda kekeringan.
Kekeringan yang terjadi merupakan salah satu dampak dari anomali iklim yang semakin sering terjadi. Ini gejala global yang tidak bisa dihindari, apalagi oleh para petani kecil Flores-Lembata. Kita tidak sanggup mendatangkan teknologi canggih membuat hujan buatan misalnya. Teknologi jenis ini membutuhkan modal dan keterampilan.
Yang jadi masalah, daerah kita bemodal kecil. Pendapatan asli daerah masih sangat rendah. Sebagian besar anggaran pembangunan masih mengandalkan gelontoran rupiah dari pusat. Penggunaannya pun lebih banyak untuk belanja rutin (gaji pegawai, gaji DPRD, perjalanan dinas, dan lain-lain), sehingga sangat sedikit untuk belanja pembangunan, khususnya bagi penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana vital. Kalaupun cukup jumlahnya, orientasinya lebih banyak “memandang darat”, sedikit “menengok laut”, apalagi “memedulikan langit”. Teknologi hujan buatan itu urusan ”memedulikan langit” yang masih jauh dari perhatian.
Selain terbatasnya dana, keterampilan teknologi membuat hujan buatan merupakan masalah tersendiri. Tak ada sumber daya manusia terlatih untuk itu. Persoalannya kembali ke perhatian tadi. Kita belum “memedulikan langit”. Kita belum menganggarkan biaya pendidikan untuk menghasilkan orang-orang terlatih yang menguasai teknologi hujan buatan sehingga bisa membantu dunia pertanian kita.
Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya cara yang harus dilakukan adalah antisipasi kekeringan dengan cara-cara lain.
Pertama, identifikasi sumber air alternatif sebagai persiapan sumber pasokan air pada saat terjadi kekeringan. Kedua, bantuan dan mobilisasi alsintan pengolahan tanah untuk percepatan tanam. Ketiga, pengadaan dan pemberian bantuan pompa air khususnya di daerah-daerah yang memiliki potensi air tanah atau tersedia air permukaan. Keempat, bantuan benih agar dapat membantu pemulihan kondisi ekonomi petani setelah mengalami kekeringan berat/puso. Kelima, pembuatan dan rehabilitasi bangunan konservasi air seperti embung, cek dam, dam parit, dan lain-lain. Keenam, sosialisasi pola tanam termasuk pemilihan komoditas yang sesuai dengan agroklimat setempat. Ketujuh, kampanye gerakan hemat air dan kepedulian konservasi air secara massal dan serentak. Kedelapan, demonstrasi lapangan usaha tani konservasi. Kesembilan, perbaikan jaringan irigasi untuk mengoptimalkan layanan irigasi.
Tapi persoalannya kembali lagi: apakah pemerintan kita peduli?
“Bentara” FLORES POS, Kamis 8 Februari 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar