Oleh Frans Anggal
DPRD Nagekeo menghendaki struktur birokrasi di kabupaten itu ramping. Anjuran ini berkenaan dengan rancangan struktur satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Nagekeo yang baru yang dinilai lebih gemuk dibandingkan dengan struktur lama. Struktur lama berdasarkan persetujuan Mendagri terdiri atas 10 dinas, 3 badan, 4 kantor, 2 asisten, dan 6 bagian. Sementara rancangan strutur baru menghendaki 12 dinas, 7 badan, 3 kantor, 3 asisten, dan 9 bagian.
Menurut DPRD, memangkas struktur gemuk dapat menghemat anggaran. Dengan penghematan itu, anggaran belanja publik bisa dinaikkan, yang selama ini persentasenya selalu jauh di bawah pos belanja aparatur. Sejalan dengan ini, rasio anggaran dalam APBD juga perlu dibalik, 60 persen untuk belanja publik, 40 persen untuk belanja aparatur.
Anjuran DPRD Nagekeo sangat rasional. Dasarnya adalah filosofi “hemat struktur, kaya fungsi” yang sudah menjadi jargon di republik ini namun belum mewujud nyata dalam reformasi birokrasi. Jangankan di daerah, di tingkat pemerintah pusat pun perubahan belum kelihatan. Ini yang menyebabkan potret birokrasi kita sungguh tidak indah. Birokrasi tampak seperti dinosaurus, yang meraksasa, banyak makan, memangsa, tidak cerdik, lamban, dan sebenarnya sudah tidak sesuai lagi dengan habitat karena zaman sudah berubah.
Dalam kurun waktu 25 tahun terakhir saja, organisasi pemerintah pusat berkembang menjadi raksasa. Hampir semua departemen, kementerian, dan lembaga pemerintah menjadi besar seperti di Departemen Dalam Negeri, Luar Negeri, dan Keuangan. Ada juga departemen yang melahirkan lembaga baru. Yang dulu satu direktorat jenderal, satu unit kerja eselon I, misalnya Agraria di Departemen Dalam Negeri, telah menjadi Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memiliki banyak deputi/unit kerja eselon I.
Tidak hanya itu. Jumlah direktur/unit kerja eselon II pun bertambah. Dari hanya beberapa menjadi berpuluh. Begitu juga yang mengurus BUMN, yang semula hanya satu direktorat di Departemen Keuangan menjadi kementerian. Contoh lain, perumahan yang semula diurus satu direktorat di Departemen Pekerjaan Umum, sekarang diurus satu kementerian, dan masih banyak contoh lain. Bagaimana kinerjanya, apakah juga meningkat? Apakah organisasi besar tidak memakan anggaran besar sehingga mengurangi jatah belanja publik yang semestinya mendapat porsi lebih besar?
Jawaban atas pertanyaan itu sudah jelas dan sudah diperlihatkan DPRD Nagekeo dalam konteks birokrasi daerah. Karena itu, kita mendukung langkah mereka. Sudah saatnya reformasi birokrasi dimulai, bermula dari struktur yang ramping, untuk kemudian masuk ke reformasi peraturan formal tertulis, serta norma, budaya, dan etika yang merupakan ketentuan tak tertulis namun dipraktikkan.
"Bentara" FLORES POS, Selasa 22 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar