Oleh Frans Anggal
Semua kabupaten di NTT masuk golongan daerah tertinggal. Bersama kabupaten tertinggal lain di Indonesia sebanyak 199, semua kabupaten kita, kecuali Kota Kupang, akan dibantu dengan Program Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus (P2DTK). Prioritas program baru ini adalah percepatan penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat dengan sasaran pada tahun 2008 semua program pemberdayaan masyarakat telah terintegrasi dalam satu program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri.
Khusus untuk NTT, dana P2DTK sebesar Rp101,850 miliar akan dimanfaatkan masing-masing untuk program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri pedesaan/kelurahan bagi 16 kabupaten/kota, 93 kecamatan dan, 1.347 desa dengan total dana Rp96,3 miliar; untuk program ekonomi masyarakat pesisir bagi lima kabupaten/kota Rp3,05 miliar; dan untuk program bantuan langsung pemberdayaan sosial bagi dua kabupaten di lima kecamatan yang meliputi 20 desa sebesar Rp2,5 miliar.
Dana yang dikucurkan ke NTT tidak sedikit. Program pengentasan masyarakat miskin pun sudah berjalan sejak pembangunan jangka panjang pertama Orde Baru. Bahkan program ini telah melibatkan lembaga donor internasional dan LSM. Namun masalahnya belum juga tuntas. Program demi program belum efektif. NTT tetap berkutat dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang antara lain disebabkan tingginya jumlah penduduk miskin, rendahnya tingkat pendidikan dasar dan derajat kesehatan, serta rendahnya kinerja perekonomian rakyat dengan infrastruktur terbatas.
Kelemahan dasar kita adalah implementasi program. Kebijakan pembangunan sudah tampak berorientasi pada pengentasan masyarakat miskin, tetapi rata-rata amburadul di tingkat implementasi. Keadaan ini diperburuk oleh mentalitas aparat pemerintahan daerah yang gemar akan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Kelemahan lainnya adalah koordinasi. Masing- masing lembaga berjalan sendiri-sendiri. Lembaga donor mempunyai siklus perencanaannya sendiri, LSM dan pemerintah daerah juga mempunyai siklus perencanaan yang berbeda satu sama lain tanpa koordinasi yang bagus. Hal ini mengakibatkan penanganan masalah kemiskinan masih bersifat parsial dan belum mencakup semua aspek dan dimensi kemiskinan.
Lantas, apa jalan terbaik untuk NTT? Program hanyalah senjata. Kunci sukses tetap terletak pada the man behind the gun, orang di balik senjata itu, yakni figur pemimpin. NTT yang miskin dan tertinggal membutuhkan pemimpin yang cerdas dan bersih. Kalau tidak, NTT tetap saja menjadi “NTT” yang lucu. Rakyatnya NTT (Nasib Tidak Tentu), pejabatnya NTT (Nikmat Tiada Tara).
“Bentara” FLORES POS, Rabu 15 Agustus 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar