10 Februari 2009

Tak Perlu Dilema Tolak Tambang

Oleh Frans Anggal

Beberapa anggota DPRD Lembata dilema menentukan sikap soal tambang emas. Alasannya, di satu sisi rencana ini ditolak masyarakat. Di sisi lain pertambangan akan mempercepat pembangunan.

Kita ajak DPRD Lembata buka mata. Mari lihat dampak pertambangan yang sudah terjadi di Indonesia.

Pertambangan menciptakan bencana lingkungan. Di seluruh Indonesia, operasi pertambangan menghancurkan dan mencemar lingkungan. Ongkos produksi rendah dicapai dengan mengorbankan lingkungan. Ketika suatu wilayah dibuka untuk pertambangan maka kerusakan di wilayah itu tidak dapat dipulihkan kembali. Hampir semua pertambangan membuang limbah secara langsung ke sungai, lembah, dan laut. Ini mencemarkan sumber kehidupan masyarakat.

Pertambangan menghancurkan sumber-sumber kehidupan masyarakat. Wilayah operasi pertambangan yang sering tumpang tindih dengan wilayah hutan serta wilayah hidup masyarakat adat dan lokal telah menimbulkan konflik atas hak kelola dan hak kuasa masyarakat setempat. Tidak adanya pengakuan pemerintah terhadap hak-hak masyarakat adat atas wilayah hidup mereka menyebabkan pemberian wilayah konsesi dilakukan semena-mena tanpa persetujuan masyarakat. Kelompok masyarakat terusir dan kehilangan sumber kehidupan, baik akibat tanah yang dirampas mapun akibat tercemar dan rusaknya lingkungan akibat limbah pertambangan.

Perrtambangan memicu kekerasan dan ketidakadilan terhadap perempuan. Perempuan adalah kelompok yang paling rentan di dalam komunitas yang memikul dampak terbesar pertambangan. Dalam banyak kasus, perempuan telah menjadi korban pelecehan dan kekerasan seksual dari personel perusahaan, maupun kekerasan oleh aparat keamanan dan personel perusahaan. Perempuan pun seringkali dijauhkan dari sumber penghidupannya semula. Ini mengakibatkan mereka terlibat prostitusi. Pencemaran akibat operasi pertambangan menyebabkan perempuan yang tinggal di daerah dampak mengalami masalah dalam sistem reproduksi.

Pertambangan memicu pelanggaran HAM dan meningkatkan militerisme. Di banyak operasi pertambangan di seluruh Indonesia, aparat keamanan dan militer sering menjadi pendukung pengamanan. Ketika perusahaan pertambangan pertama kali datang, sering terjadi pengusiran dan kekerasan terhadap warga masyarakat setempat. Di dalam UU Pertambangan No. 11 Tahun 1967, operasi pertambangan dikategorikan sebagai proyek vital dan strategis. Hal ini menjadi pembenaran bagi dilakukannya pengamanan.

Jelas, pertambangan lebih banyak buruk daripada baiknya. DPRD Lembata tak perlu dilema. Tolak tegas pertambangan itu!

“Bentara” FLORES POS, Kamis 14 Juni 2007

Tidak ada komentar: