23 Februari 2009

Pulihkan Kepercayaan Rakyat

Oleh Frans Anggal

Hari ini hari ketiga tahun 2008. Kita memasukinya dengan endapan perpolitikan masa lalu yang kusam. Survei yang dilakukan tahun 2007 menunjukkan menurunnya kepercayaan rakyat kepada seluruh lembaga kenegaraan, baik legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Wakil rakyat tidak mencerminkan kehendak rakyat. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2007 tentang representasi aspirasi menunjukkan kesenjangan cukup besar aspirasi pemilih dengan sikap dan tindakan partai politik. Sebanyak 65% publik menyatakan partai politik tidak mewakili aspirasi mereka untuk berbagai isu publik. Hanya sekitar 35% aspirasi pemilih yang dipersepsikan terwakili oleh sikap dan perilaku tujuh partai politik besar. Rakyat menilai anggota legislatif lebih mementingkan diri dan partainya daripada rakyat. Tercermin, di saat rakyat harus antre mendapatkan minyak, kesulitan mendapatkan beras murah, dan berbagai kesulitan hidup lainnya, anggota DPR(D) malah membuang-buang uang untuk alasan studi banding, tambahan uang representasi, renovasi rumah, dan sebagainya.

Kepercayaan kepada eksekutif juga menurun. LSI menemukan kepuasan publik terhadap pemerintah dalam 3 tahun terakhir terus menurun dari 80% pada November 2004 menjadi 54% pada Oktober 2007. Sentimen elektoral terhadap Presiden SBY juga turun dari 47% pada Oktober 2006 menjadi 33% pada Oktober 2007. Pemilihan kepala daerah secara langsung yang semula diharapkan lebih aspiratif, ternyata tidak. Pilkada dengan calon dari partai pada kenyataannya hanya meloloskan calon yang punya uang. Dalam jajak pendapat Kompas diketahui praktik politik uang dalam proses pencalonan dalam pilkada sangat parah (53,5%), ketidakyakinan kepala daerah mampu memberantas korupsi (66,6%), calon kepala daerah tidak bebas dari politik uang (73,8%). Ini bukti, 'pesta demokrasi' hanyalah industri politik. Hakikat demokrasi kita adalah pemerintahan atas dasar uang.

Kepercayaan pada lembaga peradilan juga sama. Hasil suvei Litbang Media Group menyatakan kinerja hakim agung di MA tidak memuaskan (71%), korupsi di MA makin meningkat (54%), pemberantasan korupsi di MA tidak sungguh-sungguh (78%), peradilan di Indonesia dikuasai mafia peradilan (73%). Laporan TII menempatkan peradilan sebagai lembaga terkorup di Indonesia. Empat dari sepuluh kasus di Indonesia harus menyuap demi memperoleh keadilan. Pengadilan dipersepsikan meminta suap hingga 100%, bea cukai 95%, imigrasi 90%, polisi 78%, pajak 76%.

Itulah endapan kusam perpolitikan 2007. Agenda terpenting 2008 adalah memulihkan kepercayaan rakyat yang sudah menurun itu. Para elite legislatif, eksekutif, dan yudikatif harus menempatkan kembali kedaulatan rayat di atas kedaulatan uang.

"Bentara" FLORES POS, Kamis 3 Januari 2008

Tidak ada komentar: