21 Februari 2009

Dilema Flu Burung

Oleh Frans Anggal

Stasiun Karantina Hewan Ende memusnahkan empat boks ayam beku yang didatangkan dari Denpasar Bali. Pemusnahan dilakukan karena beberapa alasan. Daging beku tersebut tidak dilengkapi dokumen resmi. Daging itu didatangkan dari Bali, wilayah yang kini sudah tertular flu burung (avian influenza). Sementara daging itu sendiri sudah dalam keadaan rusak dan bau.

Di Bali, flu burung diketahui merebak sejak pertengahan Agustus lalu. Dua pasien positif flu burung meninggal dunia. Kasus ini tersiar luas dan diberitakan secara besar-besaran di luar negeri, mengingat Bali merupakan daerah nomor satu tujuan wisata di Indonesia. Sejak saat itu pemerintah Bali meningkatkan kesiapsiagaan rumah sakit dan puskesmas guna memberikan pertolongan maksimal terhadap masyarakat termasuk penderita yang diduga terkena virus mematikan. Pemerintah juga menutup perdagangan unggas dari luar Bali. Di pintu-pintu masuk Bali setiap kendaraan mendapat pemeriksaan secara ketat. Upaya lain, melakukan ‘penyemprotan’ (spraying) secara massal, vaksinasi unggas, dan pemusnahan terhadap unggas yang dicurigai tertular virus flu burung.

Kebijakan pemusnahan inilah yang menakutkan para peternak. Daripada ayam dibunuh sia-sia, pikiran kotor mencari untung pun muncul. Ayam disembelih sendiri lalu dibekukan dan diperdagangkan ke luar daerah dengan harga murah. Empat boks masuk Ende. Boleh dikatakan, inilah salah satu dampak dari kebijakan yang lebih mengedepankan pemusnahan ketimbang vaksinasi.

Pada awal epidemi flu burung pada ayam, FAO dan OIE (Organisasi Kesehatan Dunia) memang lebih menekankan pemusnahan daripada vaksinasi. Sekarang, mengingat flu burung pada unggas sudah bersifat endemik di beberapa negara dengan wilayah cukup luas, kebijakan ini berubah. International Scientific Conference on Avian Influenza yang diadakan oleh FAO dan OIE di Paris pada 7-8 April 2005 merekomendasikan antara lain, demi alasan etis, ekologis, dan ekonomis, pembunuhan hewan secara massal tidak dapat dibenarkan lagi. Ini berarti vaksinasi kini menjadi andalan utama.

Sejak 2003 Indonesia lebih menekankan vaksinasi ketimbang pemusnahan. Dari segi ekonomi tindakan ini sah-sah saja karena untuk pemusnahan ada biaya kompensasi bagi peternak ayam. Masalah pada vaksinasi mungkin lebih pada kualitas vaksin yang digunakan. Banyak pakar berpendapat, meski kualitas vaksin baik, vaksin itu tidak mampu membunuh 100 persen virus yang masuk ke dalam ayam yang telah divaksinasi. Dengan demikian, meski ayam ini tidak jadi sakit, ia tetap menyimpan sebagian kecil virus.

Cara pananggulangan flu burung selalu mengandung dilema. Oleh karena itu, perketatlah pencegahan dan pengawasan agar tidak terjangkit. Karantina Ende telah menunjukkan contoh yang baik.

"Bentara" FLORES POS, Selasa 4 Desember 2007

Tidak ada komentar: