Oleh Frans Anggal
Kasus sarang walet di Taman Nasional Komodo menyibakkan sebuah kabar baru. Konon anggota DPRD Manggarai Barat terlibat dalam survei. Kegiatan survei itu sendiri bermasalah karena berjalan bersamaan dengan tindak pencurian. Sambil disurvei, sarang walet dicuri. Sebanyak 25 kg sudah dikantongi sebelum survei bermasalah itu akhirnya dihentikan. Penghentian diputuskan dalam rapat antara DPRD, Dinas Kehutanan, dan Balai Taman Nasional Komodo.
“Penyamun di Sarang Walet”, begitu judul Bentara pekan lalu tatkala membidik kasus ini sebagai gambaran kleptokrasi di Indonesia. Birokrasi negeri ini telah mengidap kleptomania atau penyakit jiwa gemar mencuri. Sebagian besar birokratnya adalah kleptokrat, pencuri berdasi, pencuri ber-NIP, pencuri berbaju safari.
Kleptokrasi tidak hanya mencirikan birokrasi eksekutif, tapi juga sudah menganyamkan diri dalam budaya kerja yudikatif dan legislatif. Di tangan polisi, jaksa, dan hakim kleptokrat, hukum bisa ditelikung dengan duit. Bisa dibeli. Hukum telah dijadikan mesin pencetak uang, bukan lagi sebagai sarana untuk menciptakan keadilan. Karena itu, di negeri ini, semakin Anda ber-UANG, semakin besar peluang Anda menjadi BERUANG, yang bisa menaklukkan apa saja, termasuk menaklukkan hukum, bahkan bisa memakan siapa saja, termasuk memakan polisi, jaksa, dan hakim.
Kleptokrasi mencirikan juga budaya politik legislatif, orang-orang yang secara protokoler selalu disapa sebagai “anggota dewan yang terhormat”. Dari Sabang sampai Marauke, dari pusat sampai daerah, sulit kita menemukan anggota dewan yang bukan kleptokrat. Cara mencuri mereka macam-macam. Ada yang mencuri secara sah karena ditetapkan melalui rapat, misalnya studi banding alias stuba. Ratusan juta rupiah uang rakyat dihabiskan untuk sesuatu yang sebenarnya lebih merupakan piknik. Ada pula yang mencuri secara tidak sah karena memang dilarang atau tidak diputuskan dalam rapat, misalnya menjadi calo proyek. Contoh terbaru datang dari Manggarai Barat. Anggota DPRD turut serta dalam survei sarang walet di Taman Nasional Komodo. Survei sambil mencuri sarang walet. Dengan demikian, anggota dewan terhormat adalah juga anggota terhormat dewan penyamun di sarang walet.
Bagi yang memahami Indonesia sebagai negeri kleptokrasi, kabar dari Manggarai Barat itu tidak terlalu mengagetkan. Tak ada DPRD yang bersih dari kleptokrat. Bahkan sedemikian mendarang dagingnya sampai-sampai pencurian uang rakyat berkedok stuba mereka bisa sahkan tanpa beban di ruang sidang. Yang justru bisa mengagetkan kita adalah apabila si anggota dewan pencuri itu kemudian diproses hukum, dimasukkan dalam penjara, dan dipecat dari dewan. Mungkinkah itu dalam sebuah negara kleptokrasi? Kita tunggu dan saksikan bagaimana kabar lanjutan dari Manggarai Barat.
"Bentara" FRANS ANGGAL, Senin 26 November 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar