Oleh Frans Anggal
Warga Pulau Papagarang di Kabupaten Manggarai Barat terpaksa mengonsumsi air hujan karena pengangkutan air dari Labuan Bajo terhenti. Biasanya setiap hari dua kapal motor mengangkut air dari Labuan Bajo. Kegiatan terhenti karena gelombang pasang. Warga pun terpaksa minum air hujan.
Pulau Papagarang adalah pulau tanpa air bersih. Sejak dulu mereka harus mengangkut air dari Labuan Bajo manggunakan perahu. Biaya yang dikeluarkan tidaklah sedikit. Namun karena sudah terbiasa sejak dulu, cara seperti ini mereka anggap biasa. Saat pasokan air dari Labuan Bajo terhenti, mereka merasa menderita karena harus mengonsumsi air hujan. Mereka tidak biasa minum air hujan karena tidak membiasakan diri. Padahal menampung dan mengkonsumsi air hujan jauh lebih cocok dan lebih murah.
Sekadar pembanding, Alor tergolong pulau kurang air, meski sedikit lebih baik jika dibandingkan dengan Papagarang. Sejak UNICEF bekerja di Alor, terjadi perubahan besar. Warga tidak perlu lagi berjalan berkilo-kilo meter mengambil air. UNICEF membantu para keluarga dengan program Penampungan Air Hujan. Pengerjaannya dilakukan secara gotong royong. Pertama-tama, masyarakat diberi pengetahuan tentang cara pembuatan bak yang menampung air hujan dari atap rumah mereka sendiri. Kemudian mereka membagikan pengetahuan itu kepada masyarakat sekitarnya dan warga desa lain dengan membantu membuat bak penampungan. Pembuatan satu bak untuk satu rumah tangga membutuhkan waktu dua hari. Sistem ini memberikan cukup air bersih untuk minum dan masak selama hampir satu tahun. Kini setiap rumah punya bak penampung air hujan. Masyarakat Alor mengatakan bak-bak tersebut telah mengubah hidup mereka.
Hal yang sama bisa dilakukan di Papagarang. Tak perlu menunggu UNICEF atau kebaikan hati pemerintah. Sebab, pemerintah kita pasif dalam menghadapi krisis air bersih. Pemerintah enggan melakukan investasi langsung untuk membangun infrastruktur penyediaan dan pengolahan air bersih, sebaliknya lebih menitikberatkan mekanisme kerjasama dengan swasta dengan alasan keterbatasan anggaran. Bersamaan dengan itu, pemerintah mendorong komersialisasi air bersih dengan memberikan izin leluasa bagi penguasaan sumber air oleh perusahaan swasta dan perusahaan air minum dalam kemasan.
Warga Papagarang sendiri harus mampu mengubah kebiasaannya. Mengangkut air dari Labuan Bajo bisa diganti dengan membuat bak penampung air hujan secara gotong royong. Jangan menunggu UNICEF. Jangan pula menunggu kebaikan hati pemerintah. Mulailah dengan apa yang ada dan apa yang dimiliki, karena solusi mengatasi krisis air selalu terpulang kepada masyarakat sebagai konsumen.
"Bentara" FLORES POS, Sabtu 12 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar