Oleh Frans Anggal
DPRD Nagekeo akhirnya menetapkan perda organisasi perangkat daerah (OPD) kabupaten baru itu terdiri dari 9 dinas, 5 badan, 3 kantor, 2 asisten, 8 bagian, 1 satuan polisi pamongpraja, dan 1 RSUD tipe C. Penjabat Bupati Elias Djo tampak agak pesimistis dengan struktur cukup ramping ini. Ia mewanti-wanti pelayanan publik akan sulit karena sebagain besar OPD memikul kelebihan fungsi. Sebaliknya Ketua DPRD Paulinus Nuwa Veto optimistis. “Saya yakin bisa ditangani dengan baik. Kenapa Jembrana bisa, sementara kita tidak bisa.”
Kita patut mengucapkan profisiat kepada pemerintah dan DPRD Nagekeo atas langkah merampingkan OPD. Struktur lama berdasarkan persetujuan Mendagri terdiri atas 10 dinas, 3 badan, 4 kantor, 2 asisten, dan 6 bagian. Rancangan struktur baru menghendaki 12 dinas, 7 badan, 3 kantor, 3 asisten, dan 9 bagian. Tapi akhirnya yang disetujui DPRD dan ditetapkan dalam perda adalah 9 dinas, 5 badan, 3 kantor, 2 asisten, 8 bagian, 1 satuan polisi pamongpraja, dan 1 RSUD tipe C.
Sebagai daerah otonom baru mekaran dari Ngada, Kabupaten Nagekeo telah memancangkan tonggak penting. Ia melakukan reformasi birokrasi dengan langkah awal perampingan kelembagaan. Kabupaten ini mengimplementasikan PP 41/2007 yang diharapkan menghasilkan “birokrasi kaya fungsi miskin struktur”.
DPRD Nagekeo menilai perampingan sebagai pilihan tepat. Memangkas struktur gemuk dapat menghemat anggaran. Dengan demikian, anggaran belanja publik bisa dinaikkan, yang selama ini persentasenya selalu jauh di bawah pos belanja aparatur. Sejalan dengan ini, rasio anggaran dalam APBD akan mereka balikkan, 60 persen untuk belanja publik, 40 persen untuk belanja aparatur.
Harus diakui, salah satu agenda reformasi 1998 yang terpinggirkan adalah reformasi birokrasi. Ini penyakit menjalar dari pusat hingga daerah. Bukan rahasia lagi, birokrasi di negeri ini identik dengan kelembagaan gemuk, tidak akuntabel, sarat KKN, pegawai negeri sipilnya tidak profesional, etos kerja aparaturnya rendah. Akibatnya, kualitas layanan publik sangat buruk.
Dengan reformasi birokrasi, diharapkan segera lahir pemerintah yang bersih dan bebas KKN (clean government) serta tata pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa (good governance). Nagekeo telah mengawalinya dengan perampingan kelembagaan. Tak ada alasan untuk pesimistis karena negeri ini telah memiliki beberapa contoh keberhasilan (best practices). Tengok dan belajarlah dari Kabupaten Jembrana, Sidoarjo, Sragen, Solok, Kota Balikpapan, dan beberapa kabupaten/kota lain.
Karena itu, kita mendukung optimisme Ketua DPRD Ngada: “Kenapa Jembrana bisa, sementara kita tidak bisa.”
"Bentara" FLORES POS, Sabtu 26 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar