Oleh Frans Anggal
Saat ini pemerintah gencar mensosialisasikan penanaman jarak. Untuk tiga pulau, Flores, Lembata, dan Adonara, pemerintah menargetkan lahan 300 ribu hektare.
Jarak merupakan bahan baku pembuatan biofuel, pengganti minyak alam. Biofuel juga bisa dihasilkan dari tebu, kelapa sawit, dan ketela pohon khususnya jenis aldira yang sekarang sedangkan dikembangkan di Manggarai Barat.
Dari mana pemerintah mendapatkan lahan 300 ribu hektare? Tentu dari masyarakat, dengan cara melibatkan masyarakat. Tanaman itu ditanam di atas tanah milik masyarakat, dipelihara oleh masyarakat, dan hasil penjalannya dinikmati masyarakat juga.
Proyek ini tampak sangat menjanjikan bagi masyarakat karena biofuel semakin dibutuhkan dunia internasional yang semakin peduli akan lingkungan hidup. Berbeda dengan bensin dan solar yang menimbulkan polusi udara, biofuel sangat ramah lingkungan. Negara-negara maju di Eropa dan Amerika sangat membutuhkan bahan bakar ini. Dengan demikian, harga biofuel akan tinggi. Saat ini saja, karena permintaan pasar luar negeri, harga biofuel jauh melampaui harga minyak alam.
Melihat besarnya permintaan pasar luar negeri, sudah bisa dipastikan biofuel dari tanaman jarak atau aldira di Flores, Lembata, dan Adonara akan diekspor. Itu berarti mendatangkan uang dan bisa meningkatkan pendapatan masyarakat.
Di sisi lain, kita perlu cermat dengan apa pun bentuk proyek yang diturunkan pemerintah. Tanaman biofuel yang memiliki prospek ekspor yang menjanjikan bisa menimbulkan dampak pada pendekatan yang dilakukan. Yang perlu dihindari adalah, jangan sampai demi mengejar target dan keuntungan besar, proyek tanaman biofuel menjadi proyek ‘tanam paksa’ bagi masyarakat.
Hal lainnya, lahan 300 ribu hektare yang ditargetkan terbilang sangat luas. Kalau semuanya dari lahan pangan maka itu jadi petaka. Oleh karenanya, hindari pengarahan sesat yang membuat masyarakat mengubah lahan pangannya menjadi lahan jarak atau aldira. Kita perlu belajar dari pesona vanili yang sempat mengisi lahan pangan masyarakat tapi kemudian harganya jatuh.
Tentang prospek ekspor tanaman biofuel, kita pun perlu belajar dari Exxon Mobil di Lhokseumawe. Semua gas diekspor ke luar negeri, sehingga kebutuhan gas untuk tiga pabrik pupuk besar di Lhokseumawe tidak dipenuhi dan akhirnya harus ditutup. Exxon Mobil tak mau menjual gas ke industri lokal karena harganya murah.
Semua elemen masyarakat Flores, Lembata, dan Adonara perlu mengawal proyek ini. Bukan pertama-tama untuk menggagalkannya, tetapi agar tidak membawa dampak yang merugikan masyarakat.
“Bentara” FLORES POS, Rabu 25 Juli 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar