16 Februari 2009

Serius Tangani Antraks

Oleh Frans Anggal

Antraks kembali mengancam Flores. Kasus Oktober 2007, puluhan warga Desa Wolotou, Kecamatan Kota Baru, Kabupaten Ende, terserang setelah memakan bangkai kerbau yang mati mendadak. Ini kasus kesekian sejak daerah ini dinyatakan sebagai salah satu daerah endemis antraks sejak 1994. Dengan berulangnya kasus, banyak kalangan menilai pemerintah belum serius menangani penyakit yang berbahaya ini.

Antraks layak ditakuti karena sangat mematikan. Binatang yang terserang bisa mati hanya dalam hitungan jam. Antraks dimasukkan dalam kelompok penyakit yang dapat menular dari hewan ke manusia (zoonosis). Paling sering menyerang ternak jenis herbivora. Setelah hewan seperti kerbau, sapi, kambing tertular, baru kemudian hewan seperti kuda dan babi menjadi sasaran berikutnya. Hewan di kelompok omnivora ini memang lebih kebal, hingga sebagian dari hewan ini dapat bertahan hidup.

Yang mengkhawatirkan, tingkat penularan dan pemicu kematian pada manusia mencapai 18 persen. Artinya, dari 100 kasus ada 18 orang yang meninggal.

Hingga kini para ahli tetap menyatakan penyebab antraks adalah kuman Bacillus anthracis. Ia dapat bersembunyi dalam tanah hingga 70 tahun. Uniknya, bila tanah tempat ia tinggal tergenang air, kuman ini dapat tumbuh kembali dan menyerang hewan yang ada di sekitarnya. Karena itu, tanah yang tercemar seharusnya menjadi sasaran pemusnahan penyakit ini, selain pembakaran tubuh hewan penyakit. Repotnya, kuman ini dapat terserap oleh akar tumbuh-tumbuhan, bahkan dapat masuk ke dalam daun dan buah, hingga mampu menginfeksi ternak maupun manusia yang mengkonsumsinya.

Sumber infeksi lainnya adalah bangkai ternak pengidap antraks, seperti yang dialami warga Desa Wolotou di Ende. Miliaran kuman bisa memadat di darah dan organ-organ tubuh ternak. Bila berinteraksi dengan oksigen, kuman ini dapat segera mengubah diri dalam bentuk spora. Bila telah menjadi spora, ia memiliki daya tahan yang lebih kebal. Kuman dalam bentuk spora inilah yang dapat hidup hingga 70 tahun. Spora-spora tersebut bisa diterbangkan angin atau terhanyut air hingga mencemari apa saja yang dilewatinya. Apabila terhirup, termakan, atau menempel pada kulit yang terluka, spora akan berubah menjadi bentuk aktif masuk ke dalam jaringan darah serta berkembang biak. Masa inkubasinya 1–2 minggu.

NTT adalah salah satu daerah penghasil ternak. Upaya pencegahan dan pemberantasan antraks mesti dilakukan sungguh-sungguh. Kerja sama antar-sektor, antar-daerah perlu dibangun secara lebih terancana, konkret, dan berkelanjutan. Demikian pula vaksinasi, semestinya dilakukan paling kurang dua kali setahun, apalagi di derah kita yang sudah masuk kategori endemis antraks. Yang menjadi pertanyaan: sejauh mana keseriusan pemerintah dalam semua upaya ini? Sudah seriuskah? Kalau benar sudah serius, mengapa antraks belum juga hilang-hilang?

"Bentara" FLORES POS, Jumat 9 November 2007

Tidak ada komentar: