Oleh Frans Anggal
Dua kali Bupati Ende Paulinus Domi membuat pernyataan melalui Flores Pos tentang sikapnya menanggapi penolakan masyarakat adat Lise Tana Telu atas rencana pertambangan biji besi di Kecamatan Lio Timur, Wolowaru, dan Maurole. Masyarakat mendesak bupati mencabut izin yang sudah ia berikan kepada PT Anugerah Persada Mining. Pemberian izin ini pun tanpa sepengetahuan DPRD.
Pekan lalu, Bupati Domi mengatakan, kalau mau cabut sekarang juga bisa. Sedangkan kemarin ia menegaskan akan segera mencabut izin itu. Sikap ini dinilai anggota DPRD Agil Ambuwaru sebagai langkah berani.
Lain Bupati Domi, lain pula Bupati Lembata Andreas Duli Manuk. Seperti Bupati Domi, bupati yang satu ini telah menandatangani MoU dengan Merukh Enterprise yang akan mengekplorasi tambang emas dan tembaga di Lembata. Mou ini tidak sepengetahuan DPRD Lembata, tapi diam-diam ketua DPRD-nya Petrus Boliona Keraf terlibat ikut tanda tangan. Manuk dan Keraf, yang dulu berseteru, kini akrab-mesra dipersatukan oleh kemilau emas, sekaligus bersatu untuk melawan rakyatnya sendiri.
Kalau sikap Bupati Domi (akan) mencabut izin tambang dinilai sebagai langkah berani oleh Agil Ambuwaru, bagaimana dengan sikap Bupati Manuk dan Ketua DPRD Keraf ? Bukankah mereka berani melawan penolakan rakyatnya sendiri?
Bupati Domi dan Bupati Manuk sama-sama berani. Bedanya, Bupati Domi berani demi rakyatnya, sedangkan Bupati Manuk berani demi investor. Bupati Domi membela rakyat meski harus mengecewakan investor, sedangkan Bupati Manuk membela investor meski harus mengorbankan rakyat. Dengan sikapnya itu, Bupati Domi meneguhkan dirinya sebagai bupatinya rakyat, sedangkan Bupati Manuk salah langkah dan terprosok menjadi humasnya investor.
Menjadi pertanyaan kita, mengapa dalam kasus yang sama (pertambangan), dua bupati memiliki sikap yang berbeda? Tidak sulit menjawab meski tidak gampang pula membuktikannya kecuali kalau keduanya mau jujur.
Yang terkesan sangat kuat, Bupati Domi tidak punya beban. Baginya, izin pertambangan itu, mau dicabut sekarang juga bisa. Dia berbicara dengan enteng, tidak panik, tidak galang dukungan dan rekayasa demo, tidak sibuk memecah belah DPRD. Bupati Domi tidak punya beban karena dia tidak menerima ‘beban’. Apa yang bakal terjadi kalau ia terlanjur menerima duit dan puluhan kendaraan roda empat dan roda dua dari investor yang berlebel ‘hibah’? Hanya bupati yang bisa menjawab.
Yang jelas, bagi investor, bisnis itu bisnis. Pepatah mengatakan, tak ada makan siang yang gratis. Investor kasih DUIT agar bupati DO IT: melakukan apa yang ia mau, meski harus mengorbankan rakyat.
“Bentara” FLORES POS, Kamis 28 Juni 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar