Oleh Frans Anggal
RSUD Maumere diduga melakukan malpraktik yang menyebabkan seorang pasien yang dioperasi meninggal dunia. Begitu yang ‘dituduhkan’ Ketua Fraksi Gabungan Pembaruan DPRD Sikka Frans Sinde. Disebut malpraktik karena yang melakukan operasi adalah perawat, bukan dokter. Si perawat memaksa keluarga pasien menandatangani surat pesetujuan operasi. Akibatnya, lima hari setelah operasi, pasein meninggal.
Pihak RSUD membantah. Pasien meninggal bukan karena operasi, tapi karena penyakit paru-paru. Operasi pun tidak atas paksaaan rumah sakit, tapi atas permintaan keluarga. Yang diakui oleh rumah sakit hanyalah tindakan perawat melakukan operasi. Perawat tak berhak. Untuk itu, si perawat akan diberi pembinaan.
Kita tidak hendak memvonis apakah telah terjadi malpraktik. Perlu kecermatan dalam hal ini. Sebab, kasus dugaan malpraktik sedikit merumitkan terutama dalam hal pembuktian. Justru karena kerumitan pembuktian itu, sebagian kalangan masyarakat dan pakar hukum beranggapan rumah sakit atau ikatan dokter sengaja melindungi anggotanya yang diduga melakukan malpraktik medik.
Sebaliknya, kalangan rumah sakit dan profesi kedokteran merasa kecenderungan kriminalisasi akan membuka peluang untuk secara hukum mencari-cari kesalahan rumah sakit dan pihak medis dan menjadikannya kambing hitam.
Malpraktik adalah kelalaian praktik dalam bentuk tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan, atau melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan. Ukurannya adalah sejauh mana standard of procedure (SOP) ditaati. Batasan tegas seorang tenaga medis melakukan malpraktik adalah jika tindakannya sudah melanggar standar prosedur. Jika seorang dokter telah melaksanakan praktik sesuai dengan standar dan etika profesi namun mengalami kegagalan maka ini dinamakan risiko medis, bukan malpraktik medis.
Terlepas dari tergolong malpratik atau tidaknya kasus pada RSUD Maumere, sebuah kesalahan fatal telah terjadi: pasien dioperasi oleh perawat, bukan oleh dokter. Meski SOP telah ditaati sang perawat (di antaranya keluarga pasien membubuhkan tanda tangan persetujuan), tetap saja tindakannya tidak bisa dibenarkan karena dia tidak berkompeten. Yang sudah nyata terjadi pada RSUD Maumere adalah sengketa medik karena pihak rumah sakit bekerja tanpa kompetensi. Ini jelas-jelas menyalahi amanat Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
Kita harapkan kasus dugaan malpraktik, atau lebih pasti sengketa medik, ini menjadi titik tolak bagi RSUD Maumere melakukan pembenahan. Banyak kasus muncul justru karena rumah sakit bekerja kurang profesional.
“Bentara” FLORES POS, Kamis 22 Februari 2007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar