24 Februari 2009

Trestel Dermaga Lewoleba

Oleh Frans Anggal

Trestel dermaga Lewoleba rusak berat. Lubangnya menganga 1 x 4 meter, hampir putus. Kegiatan bongkar muat di dermaga lama ini pernah direncanakan dialihkan sementara ke pelabuhan baru. Rencana ini dibatalkan karena hanya akan memacetkan lalu lintas penumpang dan kegiatan bongkar muat barang. Akhirnya, dermaga lama dan rusak ini tetap digunakan, penuh waswas. Agar kendaraan bisa lewat, di atas lubang dibantang balok. Sampai kapan canda dengan maut ini berakhir, entahlah. Bupati menjanjikan anggaran pengembangan pelabuhan dalam Perubahan APBD 2008. Itu berarti, tunggu dulu, tidak ada tindakan emergensi.

Cerita tentang trestel dermaga Lewoleba yang jebol adalah juga cerita tentang pilihan kebijakan seorang kepala daerah. Banyak kepala daerah gagal menentukan skala prioritas. Gagal, karena skala prioritas tidak mereka letakkan dalam bingkai kepentingan umum yang mendatangkan kemaslahatan bagi banyak orang, khsusunya para jelata.

Dermaga adalah sarana vital pelabuhan laut, tempat orang kebanyakan datang dan pergi, tempat komoditas masyarakat dibongkar dan dimuat. Angkutan laut adalah jasa yang paling banyak digunakan masyarakat biasa setelah angkutan darat. Karena itu, demi penyejahteraan masyarakat, semestinya infratsruktur jalan darat dan pelabuhan laut diperhatikan dan diprioritaskan penanganannya bila sudah dalam keadaan sangat menggangu kepentingan umum.

Trestel dermaga Lewoleba yang berlubang 1 x 4 meter tidak hanya mengganggu kepentingan umum, tapi juga mengancam keselamatan penumpang dan kegiatan bongkar muat. Kerusakan ini membutuhkan penanganan emergensi. Ini yang tidak dilakukan pemangku kebijakan di Lembata. Mengapa? Mungkin karena keadaan ini tidak mengganggu kepentingan pribadi sang petinggi. Ke luar pulau, mereka naik pesawat, bukan naik kapal laut. Dermaga mau lubang atau runtuh, perjalanan mereka tetap tidak terganggu. Karena itu, buat apa buru-buru perbaiki trestel yang rusak parah?

Banyak kepala daerah kita masih menganggap dan memperlakukan jabatan dan kuasa sebagai milik yang melekat pada diri. Karena itu, ukuran penggunaannya adalah diri dan kepentingan diri. Mereka tidak melihat dan menggunakan jabatan dan kuasa sebagai sarana untuk mengabdi rakyat seperti yang telah mereka ucapkan dalam sumpah dengan menggunakan Kitab Suci dalam acara kenegaraan penuh khidmat.

Kita berharap, cerita trestel dermaga Lewoleba yang berlubang akan segera berakhir. Mudah-mudahan ia juga bisa menjadi sentilan yang menyadarkan para kepala daerah, untuk apa dan untuk siapa sebenarnya mereka dilantik dan diambil sumpah.

"Bentara" FLORES POS, Sabtu 19 Januari 2008

Tidak ada komentar: